Kamis, 25 November 2021

Poligami dalam pertimbangan agama, sosial-budaya, dan ekonomi



Polemik poligami di Indonesia merupakan isu yang sangat pada saat ini. Sebenarnya, isu ini sudah sangat biasa apaila kita mencermati platform digital seperti instagram, facebook, twitter, dan tiktok semisalnya. Pada tulisan kali ini, kita akan melihat sisi poligami dalam tiga pertimbangan besar. Pertama adalah agama, kedua adalah sosial-budaya, dan ketiga adalah ekonomi.

Dan, polemic terbesar ketika kita membicarakan tentang poligami ialah agama. Karena bagaimana pun, mereka seolah-olah berlindung atas nama “agama” atau pun sesuatu yang mereka anggap benar. Padahal, agama sendiri tidak mengajarkan demikian. Justru, hadirnya agama yang dibawa oleh baginda Nabi Muhammad Saw adalah untuk menghilangkan poligami yang ada secara perlahan dan bertahap. Mengikat, kondisi Bangsa Arab pada saat itu dimana perempuan dijadikan oleh seorang laki-laki sebagai budak dan isteri dijadikan sebagai pembantu yang tidak bisa berdaya.

Sebenarnya, tulisan ini diangakat dari video acara narasi yang berdurasi 22 menit di mana dalam tayangan tersebut membicarakan sosok Coach Hafidin selaku mentor poligami. Satu hal yang membuat penting untuk kita bicara dimedia tentang isu poligami ialah dengan pernyataan Coach Hafidin “Saya punya optimism di 2025 itu semarak poligami akan semakin kuat”. Argumentasinya tentu tidak jauh dari kemenangan Islam pada zaman sekarang dan Taliban yang merebut Afghanistan.

Ketika saya amati dengan cermat, pembicaraan Coach Hafidin di depan para isteri dan ketika berhadapan langsung dengan team narasi pun memiliki perbedaan. Konsep pembicaraan yang begitu menarik tentu akan membuat jamaah tertarik untuk mengikuti mentor Coach Hafidin, dan bagaimana ia membicarakan tentang “Cemburu bisa menjadi sesuatu yang indah, yang bagus, kalau penataan rumah tangganya benar”. Akan tetapi, satu hal yang perlu kita bicarakan di sini ialah ia menikah tanpa persetujuan isteri. Mungkin secara hukum fiqih boleh, tapi bagaimana secara hukum kode etik berumah tangga dan menjaga perasaan sang isteri.

Hal kontroversial yang kembali ia bicarakan ialah “Poligami itu syariat”. Kalau poligami dikatakan sebagai syariat, bagaimana dengan mereka yang tidak berpoligami. Apakah tidak manjalanan syariat. Melihat sisi kehidupan baginda Nabi Muhammad Saw, tentu lebih lama bermonogami ketimbang berpoligami. Ini yang menjadikan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah sosok panutan Umat Islam yang setia terhadap satu pasangan, dan tidak akan menikah lagi ketika Sayyidah Khadijah Ra masih hidup pada saat itu. Kembali lagi ini sering kita temukan bagaimana melakukan suatu hal dengan membawa agama maupun Nabi Muhammad Saw. Dan, konteks ini pun pernah terjadi ketika jihad dibicarakan diberbagai kalangan Muslim.

Terakhir, hal paling kontroversial yang ditemukan ialah pembicaraan tentang upah di mana ia berbicara dengan mudahnya “Ngajarin Qur’an aja boleh mengambil upah, apalagi ngajarin hidup bener”. Membandingkan dua hal yang sangat jelas berbeda, tentu pembahasan tentang memberikan upah kepada pengajar Qur’an sudah dijelaskan dalam kitab al-Tibyan karangan Imam al-Nawawi. Dan, diperbolehkan oleh beberapa Ulama dengan alasan yang kita bayar itu tenaga nya semisal ia naik kendaraan menuju tempat ngajar. Bukan soal mengajar kemudian mendapat upah. Bagaimana mereka melihat surat Yasin ayat kedua puluh yang berbunyi:

ٱتَّبِعُوا۟ مَن لَّا یَسۡـَٔلُكُمۡ أَجۡرࣰا وَهُم مُّهۡتَدُونَ

Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Tafsir al-Baidhowi – al-Baidhowi (658 H).

﴿اتَّبِعُوا مَن لا يَسْألُكم أجْرًا﴾ عَلى النُّصْحِ وتَبْلِيغِ الرِّسالَةِ. ﴿وَهم مُهْتَدُونَ﴾ إلى خَيْرِ الدّارَيْنِ.

Kemudian, pembahasan terakhir ialah bicara tentang sosial-budaya dan ekonomi. Secara sosial-budaya dan ekonomi tentu sangat poligami dapat berpengaruh sangat berbahaya. Dalam sosial-budaya korban terbesar dalam hal poligami ialah anak muda dan masyarakat yang berfikir pragmatis. Pragmatis dalam artian sifat seseorang yang selalu berfikir sempit, instan, dan tidak mau berfikir panjang dampak setelahnya akan seperti apa.

Di samping itu, kondisi Indonesia saat ini di mana angka perceraian cukup tinggi sehingga waspada dan berfikir panjang soal anak-cucu kita nanti pun harus kita bicarakan sekarang. Terakhir, komnas Perempuan dengan tegas menyatakan “mentoring poligami adalah glorifikasi kekerasan bagi perempuan”.

 


Senin, 15 November 2021

Berikan satu waktu untuk hidup bersama keluarga



Tulisan ini berawal dari pesan yang sangat mendalam dari Ustaz Ahmad Ubaidy Hasbillah ketika menjelaskan suatu hadis Nabi Muhammad Sallalahu Ala’ihi Wasallam. Dan, hal ini pun membuat saya harus menuliskan apa yang beliau sampaikan, agar dingikat selalu oleh kita para santri dan pelajar hadis Nabi Saw. Dalam hadis yang mulia, baginda Nabi Muhammad Shallahu A’laihi Wasallam bersabda:

أَخْبَرَنِي زِيَادُ بْنُ أَيُّوبَ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ

أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَقْنَا إِلَى أَهْلِنَا فَسَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَاهُ مِنْ أَهْلِنَا فَأَخْبَرْنَاهُ فَقَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا عِنْدَهُمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ إِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ

Dalam hadis tersebut kita dapat mengambil beberapa pelajaran yang dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat:

Pertama: Rasulullah Sallalahu A’laihi Wasallam memiliki sifat “Rahiman Rafiqan” (sangat penyayang dan sangat lembut). Oleh karena itu, seseorang yang pernah menjumpai Rasulullah Shallalahu A’laihi Wasallam pasti memiliki kenangannya tersendiri sebagaimana Sayyidah Aisyah yang menyebut bahwa akhlaq Nabi Muhammad Saw ialah seperti al-Qur’an.

Kedua: Rasulullah Shallalahu A’laihi Wasallam memiliki sikap kemanusiaan juga terhadap sahabatnya. Bagaimana ketika ada sahabatnya yang sudah rindu terhadap para keluarganya, justru Nabi memerintah kepada mereka untuk pulang. Dan, di samping pulang mereka pun dituntut untuk mengajari mereka bagaimana ibadah yang telah Nabi ajarkan kepadanya.

Ketiga: dalam hadis tersebut seorang Imam dalam Shalat dapat dilihat dari dua aspek:

a. Mereka yang paling tua dalam segi usia, dalam hal ini seorang bapaklah yang tepat untuk menjadi imam shalat. Redaksi hadisnya:

وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ

b. Mereka yang paling banyak hafalan Qur’an nya, dan hal ini yang membuat para santri yang pulang dari pesantren biasanya langsung disuruh jadi imam shalat oleh keluarganya maupun oleh masyarakat. Redaksi hadisnya ialah terletak pada hadis setelahnya:

وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا

Dan, tulisan ini berawal dari nasihat Ustaz Ubaid yang berbunyi:

إصنع وقتا واحدة أن يصلي مع عسرتك

“Berikanlah satu waktu untuk shalat bersama keluarga Mu”

Dalam hal ini pula, biasanya “tarbiyatul awlad” (pembelajaran anak) dapat dipahami dengan mudah oleh anak-anak mereka. Dan, kekompakan pun akan semakian erat dengan dikokohkan nya shalah berjamaah di rumah.

 


Minggu, 07 November 2021

Moderasi Beragama dalam Islam

 


Moderasi beragama saat ini menjadi diskursi khusus yang menarik bagi kalangan akademisi maupun non akademisi. Moderasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki dua makna, yaitu pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman. Dalam hal ini, kita akan membahas tentang Moderasi Beragama dalam Islam.

Terkait diskursus ini, dua istilah yang paling popular ialah wasatiyyah dan plularitas. Mari kita lihat tentang dua aspek tersebut.

1. Wasatiyyah                                                                           

وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan”.”

Tentu, kita sebagai akademisi ketika ingin membahas tentang Wasatiyyah dalam Islam, kurang lebih kita merujuk pada ayat ini. Berikut pandangan ulama tafsir tentang ayat tersebut:

a. Tafsir al-Jalalaini – Imam al-Mahally (684 H) dan Imam al-Suyuti (911 H).

﴿أُمَّةً وسَطًا﴾ خِيارًا عُدُولًا

b. Tafsir al-Baidhowi – Imam al-Baidhowi (685 H).

﴿جَعَلْناكم أُمَّةً وسَطًا﴾ أيْ خِيارًا، أوْ عُدُولًا مُزَكِّينَ بِالعِلْمِ والعَمَلِ

c. Tafsir Ibn’ Abi Hatim – Imam Ibn’ Abi Hatim al-Razi (328 H).

قَوْلُهُ: ﴿وكَذَلِكَ جَعَلْناكم أُمَّةً وسَطًا﴾ آيَةُ ١٤٣

[١٣٣١ ]

 حَدَّثَنا الحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ وأحْمَدُ بْنُ سِنانٍ، والحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الصَّبّاحِ قالُوا: ثَنا أبُو مُعاوِيَةَ، عَنِ الأعْمَشِ، عَنْ أبِي صالِحٍ، عَنْ أبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، قالَ «قالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: ”َكَذَلِكَ جَعَلْناكم أُمَّةً وسَطًا“ قالَ: عَدْلًا»

d. Tafsir al-Mawardi’ – Imam al-Mawardi’ (450 H)

قَوْلُهُ تَعالى: ﴿وَكَذَلِكَ جَعَلْناكم أُمَّةً وسَطًا﴾ فِيهِ ثَلاثَةُ تَأْوِيلاتٍ: أحَدُها: يَعْنِي خِيارًا، مِن قَوْلِهِمْ: فُلانٌ وسَطُ الحَسَبِ في قَوْمِهِ، إذا أرادُوا بِذَلِكَ الرَّفِيعَ في حَسَبِهِ، ومِنهُ قَوْلُ زُهَيْرٍ:

هم وسَطٌ يَرْضى الإلَهُ بِحُكْمِهِمْ إذا نَزَلَتْ إحْدى اللَّيالِي بِمُعَظَّمِ

والثّانِي: أنَّ الوَسَطَ مِنَ التَّوَسُّطِ في الأُمُورِ، لِأنَّ المُسْلِمِينَ تَوَسَّطُوا في الدِّينِ، فَلا هم أهْلُ غُلُوٍّ فِيهِ، ولا هم أهْلُ تَقْصِيرٍ فِيهِ، كاليَهُودِ الَّذِينَ بَدَّلُوا كِتابَ اللَّهِ وقَتَلُوا أنْبِياءَهم وكَذَبُوا عَلى رَبِّهِمْ، فَوَصَفَهُمُ اللَّهُ تَعالى بِأنَّهم وسَطٌ، لِأنَّ أحَبَّ الأُمُورِ إلَيْهِ أوْسَطُها

والثّالِثُ: يُرِيدُ بِالوَسَطِ: عَدْلًا، لِأنَّ العَدْلَ وسَطٌ بَيْنَ الزِّيادَةِ والنُّقْصانِ، وقَدْ رَوى أبُو سَعِيدٍ الخُدْرِيُّ، «عَنِ النَّبِيِّ ﷺ في قَوْلِهِ تَعالى: ﴿وَكَذَلِكَ جَعَلْناكم أُمَّةً وسَطًا﴾ أيْ عَدْلًا.

Kesimpulan yang dapat kita peroleh dari empat tafsir yang saya kutip ialah bahwa Wasath dalam ayat tersebut bermakna sebaik-baiknya ummat, dan dipertegas kembali oleh penjelasan dalam Tafsir al-Jalalain ialah umat yang adil. Kemudian dalam tafsir al-Baidhowi menamahkan kalimat “Muzakkina bi al-Ilmi wa al-A’mal” (cerdas dalam pengetahuan dan pengamalan). Dan, Imam Abi Hatim al-Razi mengutip suatu hadis yang menjelaskan tentang ayat tersebut dimana “Wasath” bermakna “Adlan’”, artinya sikap adil kita kepada siapa pun itu merupakan pengamalan dalam firman Allah SWT pada ayat ini.

Terakhir, Imam al-Mawardi memperincinya menjadi tiga kategori makna: Pertama, “Khiyaran” (sebaik-bainya). Kedua, “Wasath” itu dari “al-Tawassuth” (tengah-tengah dalam suatu perkara). Dalam artian, Umat Islam itu tengah-tengah dalam beragama dan tidak “ghulu” (berlebihan), tetapi juga tidak “al-Taqhsir” (kurang) dalam beragama. Dan, Imam al-Mawardi membri contoh Yahudi yang mengganti kitab Allah, membunuh para Nabi, dan berbohong atas Tuhan-Nya sendiri. “Ahabbu al-Umur ilahi Wasthuha” (Perkara yang paling dicintai oleh Allah SWT ialah perkara yang tengah-tengah). Terakhir, “Wasath” itu dimaknai sebagai “Adlan” (adil), karena adil itu pertengahan antara penambahan dan pengurangan.

2. Pluralitas

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pluralitas memiliki makna: “kemajemukan: mereka yang menolak RUU mencurigai adanya politik pemaksaan kehendak dari kelompok mayoritas untuk menghilangkan – masyarakat”. Atau, biasanya kita mengenal dengan istilah pluralisme yang memiliki makna: “keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya)”.           

Dalam konteks hal ini, yang perlu kita garis bawahi ialah bahwa kemajemukan ialah anugerah yang sangat besar dari Allah SWT yang perlu kita rawat, akan tetapi bukan menyamaratakan semua agama. Tentu, kita meyakini agama yang kita imani adalah yang paling benar, karena ini bicara soal iman, dan iman bicara soal keyakinan yang sudah final. Oleh karena itu, sikap pluralis yang kita miliki untuk menjunjung tinggi aspek-aspek kemajemukan dan kemanusiaan. Akan tetapi, tidak boleh sedikit pun membawa dalam hal yang ranah nya iman dan prinsip yang kita miliki bersama-sama. Mungkin ditulisan yang akan datang, saya akan menjabarkan nya lebih detail kembali.

Sabtu, 30 Oktober 2021

Kontribusi Santri di Era Digital

 


Dalam catatan sejarah, kontribusi santri terhadap bangsa dan Negara sangatlah besar. Momentum Hari Santri Nasional yang diselenggarakan pada 22 0ktober merupakan bentuk rasa terimakasih Negara kepada para santri yang telah berjuang mempertahankan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Di samping itu pula, besarnya kontribusi santri terhadap Negara pun tidak terlepas dari keharmonisannya mereka kepada masyarakat. Terlebih, pesantren tua di Indonesia biasa memberikan nama pondoknya dari nama daerah atau pun tempat yang mereka singgahi.

          Dalam tulisan kali ini, saya tidak akan bicara soal itu. Tetapi diera zaman milenial ini, apakah santri memiliki kontribusi terhadap dunia digital?, lalu, seberapa besarkah hambatan yang dilalui para santri yang notabene adalah seorang pelajar kitab kuning, ilmu alat, ilmu sharaf, ilmu manthiq, dan cabang sumber keilmuan klasik lainnya?, terakhir sebesar apa kontribusi yang telah santri berikan terhadap platform media digital ini?

          Dalam menjawab beberapa pertanyaan tersebut, tentu kita perlu melihat komposisi Pesantren terlebih dahulu. Sejauh yang saya amati, pesantren yang berlatar belakang kuno terkadang tidak terlalu mementingkan digital atau dalam bahsa lain mereka hanya berdigital sesuai dengan kebutuhannya saja. Tidak terlalu memprioritaskan dan tidak meninggalkan jejak tersebut. Akan tetapi, kita tidak bisa melihat dari kaca mata itu saja, kendatri demikian justru anak-anak Kiai lebih gagah dan keren dalam bermedia sosial. Artinya, ini kembali kepada diri mereka masing-masing secara individu. Pada saat ini pula, kita bisa melihat akun instagram Santri Mengglobal yang dipimpin oleh Dito Alif Pratama, MA. dalam suatu acara di Pesantren luhur ilmu hadis Darussunnah Jakarta Institute For Hadith Sciences saya mendengar pemaparan yang begitu indah tentang toleransi yang disampaikan Dito Alif Pratama ketika Ia pertama kali nya Shalat di Masjid al-Aqsha dan diantarkan oleh salah satu orang non-Muslim ketika ada suatu pertemuan. Dan, ini menunjukkan bahwa santri pada saat itu pun sudah dibilang tidak dapat dilihat sebelah mata kembali. Dan, bagaimana dengan santri yang sekarang yang seharusnya makin sukses dalam menjaga nilai pesantren dan berperan aktif dalam dunia digital.

          Kembali sebelum menjawab pertanyaan apakah santri memiliki kontribusi terhadap dunia digital, perlu kita renungkan juga bahwa konsep dasar al-Muhafadzatu ala Qadim al-Shalih, Wa al-Akhzu bi al-Jadid al-Ashlah (merawat tradisi merespon modernisasi) merupakan suatu maqalah (perkataan) dari para leluhur kita bahwasannya kesiapan dalam menghadapi dunia digital atau pun ranah jihad (perjuangan) yang baru adalah keniscayaan yang harus kita hadapi bersama. Mungkin, pada zaman dahulu para santri hanya menyebarkan agama di Kampung nya saja. Tetapi kini, platform digital pun perlu sama-sama kita hadapi dan isi bersama-sama. Dalam catatan, kita tidak meninggalkan adat istiadat yang pernah diisi oleh leluhur kita khsus nya para santri umumnya masyarakat Indonesia.

          Terakhir, sebelum menjawab pertanyaan apakah santri memiliki kontribusi dalam dunia digital, tentu sebagai santri kita tidak boleh merasa lebih hebat daripada leluhur kita. Bagaimana pun, mereka lah yang pertama kali membukakan kita untuk mengenal alif, ba, ta, tsaa’, jim, ha, kha, dan sehingga kita dapat menjadi mengenal kitab kuning, membaca al-Qur’an, membahami hadits, dan terlebih semisal kita memahami ilmu balaghah. Itu semua merupakan hasil doa leluhur kita, agar kita paham bahwasannya ilmu ini sangat luas, belajar itu sampai titik darah penghabisan, belajar lah sama siapa pun yang kamu jumpai, dan pendidikan paling tinggi adalah al-Tathbiq (praktik) yang kita amalkan dan berikan kepada masyarakat maupun keluarga besar kita khususnya.

Apakah santri memiliki kontribusi terhadap dunia digital?

Pertama, dalam menjawab pertanyaan di atas tentu kita harus membuka dengan berbagai perspektif. Bahwasannya, santri pada era saat ini bukan saja dituntut untuk pandai dalam membaca naskah kitab kuning. Akan tetapi, kepandaiannya dalam bermedia sosial pun harus dikembangkan dan diolah agar dapat bersaing ketat dalam dunia Internasinal bersama para siswa lainnya. Kontribusi pertama tentu terletak pada santri dapat mengubah dunia digital yang awalnya kotor dan penuh dengan ujaran kebencian, justru saat ini mampu menjadi wadah bagi penyebaran ilmu pengetahuan dan pengembangan bakat keterampilan bagi para masyarakat Indonesia khususnya. Dan, hal tersebut dapat menjadi positif apabila didukung dengan transisi yang memadai daripada para santri tersebut.

Kedua, dalam menjawab kontribusi santri terjadap dunia digital kita pun tidak akan luput dari lahirnya media massa ataupun sosial yang mendukung santri untuk terus maju dan berkiprah pada posisinya masing-masing. Seperti akun instagram @santrimengglobal sebagai pusat edukasi, informasi, dan motivasi agar para santri nantinya tidak hanya dapat membaca kitab, akan tetapi juga dapat memebaca masyarakat dan terlebih mereka dapat membaca dunia Internasional dengan pancaran mata pengetahuan. Oleh karena itu, belajar banyak hal terhadap suatu yang dirasa kita baru adalah suatu keniscayaan bahwa ilmu pengetahuan itu selamanya akan maju dan zaman akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia yang ada di dalamnya.

Terakhir, kontribusi santri yang paling terlihat dalam dunia digital ialah mampu mengajak masyarakat milenial yang non-akademis untuk belajar melalui platform media yang mereka miliki. Ini merupakan sumbangsih yang sangat besar dari santri untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.

lalu, seberapa besarkah hambatan yang dilalui para santri yang notabene adalah seorang pelajar kitab kuning, ilmu alat, ilmu sharaf, ilmu manthiq, dan cabang sumber keilmuan klasik lainnya?

Tentu, hambatan terbesar yang dialami bagi para santri adalah bagaimana mereka dapat mengolah media bukan saja dengan keilmuan yang memadai, tapi juga bagaimana mengajak para pembaca dan penonton itu tertarik pada apa yang mereka post atau pun unggah dalam platform Instagram, Facebook, dan lain sebagainya.

Terakhir, sebesar apa kontribusi yang telah santri berikan terhadap platform media digital ini?

Sebesar pengorbanan santri ketika lascar ulama-santri dan resolusi jihad sebagai garda depan menegakkan Indonesia pada 1945-1949 yang lalu. Oleh karena itu, sumbangsih santri dalam dunia platforam digital sudah tidak bisa diragukan kembali, sumbangsih santri dalam dunia Nasional berupa perlawanan terhadap penjajah, dan sumbangsih santri terhadap dunia Internasional adalah ketika Presiden keempat Gus Dur mampu membrikan wajah Indonesia yang gemilang ke dalam mata dunia Internasional.

Terakhir, guru saya pernah berpesan yang tercantum dalam buku “Khadimun Nabi, Membuka Memori 1971-1975 Bersama Prof. KH. Ali Mustahofa Ya’qub”:

“Kalau saja semua santri menjadi santri 24 karat. Menjadi santri yang sungguhan tidak Cuma belajar, namun juga riyadhah, pastilah hidupnya bermanfaat di tengah-tengah masyarakat. Karena, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya.”



Minggu, 11 Juli 2021

INOVASI PENDIDIKAN DI MASA PANDEMI

 


            Pendidikan merupakan hal yang begitu penting bagi kalangan masyarakat Indonesia. Dalam buku “SEJARAH PENDIDIKAN NASIONAL, DARI MASA KLASIK HINGGA MODERN” karangan Muhammad  Rifa’I bahwa Ia menyinggung tentang Pendidikan  Masa Klasik, dalam hal tersebut Soemanto dan Soenaryo di dalam bukunya menyimpulkan pendidikan pada zaman purba adalah sebagai berikut.

1. bersifat praktis, keterampilan yang diajarkan terutama keterampilan yang berguna untuk hidupnya.

2. bersifat imitative, yaitu meniru apa yang dilakukan orangtuanya.

3. bersifat statis, yaitu hanya terbatas pada kemampuan orangtua yang tetap. (Soemanto dan Soenaryo, 1983:23—24).

            Tiga karakteristik di atas merupakan sifat pendidikan padas zaman purba dimana alat elektronik dan kecanggihan digital belum terpenuhi. Tapi, pada tulisan saat ini Saya ingin membahas tentang “Inovasi pendidikan di masa pandemi”. Tentu, memiliki banyak perubahan yang cukup besar bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, sekolah Online pun masih menjadi pro-kontra bagi kalangan atas dan bawah. Tetapi, kita perlu meresapi perkataan Francis Bacon “KNOWLEDGE IS POWER” bahwa pokok kekuatan manusia adalah pengetahuan. Agar, semangat belajar tetap tinggi walau tidak berangkat ke tempat yang kita cintai (sekolah). Berikut ulasan tentang “Inovasi pendidikan di masa pandemi”.

            Mengutip dari Tirto.id tentang “Inovasi Pendidikan dalam Situasi Pandemi” yang diunggah pada 13 Mei 2020 lalu. Bahwa Guru Besar UI dan Founder Rumah Perubahan Renald Khasali dalam tulisannya ‘Virus Bermutasi, Manusia Beradaptasi’ menyatakan:

“Semua tahu, kita sedang dan akan menghadapi masa-masa sulit dalam beberapa tahun kedepan. Tetapi, bukan berarti kita tak bisa berbuat apa-apa. Dalam kondisi uncertainty inilah kemampuan adaptif sangat dibutuhkan”.

            Selain itu, Covid-19 ini pun tentu membuat para mahasiswa dan pelajar keluar dari zona nyaman. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memaparkan bahwa “Satu-satunya carauntuk benar-benar belajar dan tumbuh sebagai individu, mau itu murid atau orang dewasa adalah untuk keluar dari zona nyaman Kita. Di situlah level pembelajaran paling optimal.”

            Tapi, bagaimana pun inovasi cara pembelajaran jarak jauh (PJJ) pun harus dimiliki baik dari seorang guru maupun murid. Pasalnya, terkadang banyak guru yang tidak bisa menggunakan alat elektronik dan murid yang tidak mempunyai kouta untuk mengaktifkan Zoom maupun G-Meet nya. Dan, problematika tersebut seharusnya kita selesaikan dengan rapih seiring berjalannya waktu. Najwa Syihab seorang Inspirator di Indonesia pernah memaparkan “Hanya pendidikan yang bisa menyelamatkan masa depan. Tanpa pendidikan, Indonesia tak mungkin bertahan” atau diera pandemi ini kita dapat meliaht perkataan Najwa Syijhab yaitu “Tugas Guru bukan menjejelkan pelajaran, guru harus menghidupkan pengetahuan”. Artinya, guru sebagai pengajar di kelas pun harus memiliki inovasi baru dan tidak kaku dalam pembelajaran. Tentu banyak tips yang dapat ia lakukan, berikut tips dan langkah agar pendidikan dimassa pandemic berjalan dengan baik. Tedy Rizkha Heryansyah memaparkan dalam ruangguru.com yang diunggah pada 17 September 2020:

Pertama, kelola stress

Kedua, membagi kelas menjadi kelompok kecil

Ketiga, mencoba Project Based Learning

Keempat, pertimbangkan tidak kejar target silabus

Kelima, alokasikan bagi murid yang tertinggal

Keenam, saling bantu sesame guru

Ketujuh, Have Fun

            Menurut pengamatan singkat saya selama perkuliahan berlangsung, problematika yang dihadirkan paling besar bagi guru dan murid ialah pada nomer empat dan tujuh. Tentu, menyelesaikan silabus adalah hal yanhg baik. Tapi, jikalau hanya sekedar selesai tanpa pemahaman itu akan menjadi tanda tanya besar. Dan, bagaimana dengan guru yang sudah tua dan murid yang tidak memiliki banyak biaya untuk membeli pulsa internet ketika kuliah atau sekolah. Ini pun, tentu akan menjadi pertimbangan bagi (mendikbud), agar lebih relevan kembali dalam memikirkan sistem yang ada. Tan malaka sebagai tokoh revolusioner Indonesia menurut Dr. Fakhruddin Faiz pernah berkata dalam bukunya semangat muda:

“Idealisme adalah kemenangan terakhir yang dimiliki oleh pemuda”

            Di samping itu, sebagai kalangan milenial kita pun harus membaca dan memahami konsep kehidupan ini lebih jauh lagi. Jostien Gaarden dalam buku fenomenalnya “Dunia Sophie” sebagai buku filsafat yang banyak dibaca oleh  kalangan anak seluruh dunia menyatakan:

“Para filosof  Yunani paling awal kadang-kadang disebut filosof alam sebab mereka hanya menaruh perhatian  pada alam dan proses-prosesnya.”

            Oleh karena itu, sebagai pelajar sudah seharusnya memikirkan hal yang tidak bersifat instan. Mereka perlu proses dalam keadaan yang tidak memungkinkan sekalipun, karena itulah pelajar yang sesungguhnya.

 

Selasa, 06 Juli 2021

Membaca pesan-pesan demokrasi Gus Dur Dalam buku karangan Marwini, S.H.I., M.A., M.Si

 





Berjudul: Gus Dur Kisah Jenaka dan Pesan-Pesan Keberagamaan

 

-          Demokrasi membutuhkan pengorbanan

 

“… demi tegaknya demokrasi, sanaknya keluarga, harta benda, maupun kedudukan apapun yang mungkin dicapai, haruslah ditinggalkan dan dikorbankan oleh penulis (Gus Dur, ed)…”

 

-          Mimpi dan Demokrasi

 

“Ada suatu kejadian menarik tentang bagaimana Gus Dur memberikan pemahaman tentang demokrasi dengan kecerdikan dan humornya. Dikutip dari alagraph .com (18 Desember 2018), bahwa suatu waktu Gus Dur menghadiri acara diskusi tentang demokrasi. Dalam suatu sesi, seperti biasa, Gus Dur ternyata tidur sampai kemudian dia dibangunkan karena ada seorang peserta yang bertanya kepadanya.

 

“Ini diskusi tentang demokrasi ya? Nah, kebetulan tadi saya tidur dan mimpi bertemu Bung Karno. Beliau menjelaskan kepada saya tentang demokrasi yang dipidatokan pada tanggal 1 Juli itu,” kata Gus Dur langsung memulai pembicaraan. Tapi belum selesai Gus Dur berbicara, seorang peserta memprotes dirinya.

 

“Tolong yang serius dong. Ini kan penataran tingkat nasional, masak kita mau membahas mimpi. Topik ini serius, janganlah kita membahas ke soal-soal mimpi,” kata peserta itu.

 

Setelah menyimak protes tadi, Gus Dur kemudian menjawab:

 

“Bagaimana anda-anda ini mau berbicara  dan membangun demokrasi kalau mimpi saja dilarang? Di dalam demokrasi itu ada kebebasan termasuk bebas bermimpi. Kalau anda berani melarang orang bermimpi, pasti anda berani melarang orang lain menggunakan haknya yang lebih penting. Itu bertentangan dengan demokrasi,” tukas Gus Dur.

 

-          Beragama dan Berdemokrasi

 

“… informasi dan ekspresi diri yang dianggap merugikan Islam sebenarnya tidak perlu terlalu “dilayani”. Cukup diimbangi dengan informasi dan ekspresi diri  yang “positif konstruktif”.  Kalau gawat, cukup dengan jawaban yang mendudukan persoalan secara  dewasa dan biasa-biasa saja. Tidak perlu dicari-cari. Islam perlu dikembangkan, tidak untuk dihadapkan pada serangan orang. Kebenaran Allah tidak akan berkurang sedikit pun dengn adanya keraguan orang. Tidak lagi merasa bersalah berdiam diri. Tuhan tidak perlu dibela..”

-          Memilih Kebangsaan, bukan Keumatan

 

“… demokrasi hanya dapat tegak dengan keadilan. Kalau Islam menopang demokrasi maka Islam juga menopang keadilan. Ini penting sekali sebagaimana difirman Allah, “Wahai orang-orang yang beriman, hendaknya kalian menegakkan keadilan.” Ini perintah yang sangat jelas. Yakni perlunya ditegakkan keadilan dalam segala bentuk, baik keadilan hokum, keadilan politik, keadilan budaya, keadilan, ekonomi, maupun keadilan sosial. Keadilan sosial ini sangat penting karena patokan Islam adalah kaidah fikih: Langkah dan kebijaksanaan para pemimpin mengenai rakyat yang mereka pimpin haruslah terikat sepenuhnya dengan kesejahteraan rakyat yang mereka pimpin itu. Karena orientasinya adah kesejahteraan, maka dipentingkan adanya keadilan. Dan orientasi kesejahteraan inilah yang membuktikan demokratis atau tidaknya kehidupan suatu masyarakat.”

 

-           Ancaman demokrasi

 

“Negeri kita tidak mengalami kenyataan demokratis ini, melainan mengadapi dilemma lain lagi. Pers kita sudah menjadi begitu merdeka, hingga mereka pun memuat saja berita fitnah atau kabar bohong, selama ada kekuatan politik “demokratis” yang mereka ikuti. Celakanya, partai-partai politik yang menerapkan kerangka itu, masih kuat sekali melaksanakan KKN. Mereka menakut-nakuti penerapan kedaulatan hokum, dan dengan demikian –merka menciptakan fitnahan dan kabar bohong tersebut untuk menutupi KKN yang mereka lakukan. Yang terpenting bagi mereka, asal KKN yang mereka lindungi terbebas dari penerapan kedaulatan hokum secara tuntas.”

 

-          Pancasila dan Islam

 

“Pancasila ditempatkan kaum muslimin sebagai landasan konstitusional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sedangkan Islam menjadi aqidah dalam kehidupan kaum muslim. Ideologi  konstitusional tidak dipertentangkan dengan agama, tidak menjadi pentingnya (agama, ed) dan tidak diperlukan sebagai agama. Dengan demikian, tidak akan diberlakukan Undang-Undang maupun peraturan yang bertentangan dengan ajaran agama.”

 

-          Demokrasi di ambang pintu

 

“…bangsa kita sudah tiba benar-benar pada ambang pintudemokrasi. Apalah artinya korban-korban yang berjatuhan dalam begitu banyak perjuangan kemerdekaan kita, termasuk peristiwa Universitas Trisakti dan Semanggi pada tahun 1998, jika kita tidak berani menegakkan demokrasi yang sebenarnya melalui pemilu legislatif tahun ini?”

-          Rendah Hati Melihat Manusia

 

“Begitu banyak rahasia menyelimuti masa lampau kita, sehingga tidak layak jika kita bersikap congkak dengan tetap menganggap diri kita benar dan orang lain salah. Diperlukan kerendahan hati untuk melihat semua yang terjadi itu dalam perspektif perikemanusiaan, bukannya secara ideologis. Kalau kita menggunakan kacamata ideologis saja, maka sudah tentu akan sangat mudah bagi kita untuk menganggap diri sendiri benar dan orang lain bersalah. Ini bertentangan dengan hakikat kehidupan bangsa kita yang demikian beragam. Kebhinekaan/keberagaman justru menunjukan kekayaan kita yang sangat besar. Karenanya kita tidak boleh menyalahkan siapa-siapa atau kemelut yang masih menghinggapi kehidupan bangsa kita saat ini.”

 

-          Menghargai Keberagaman

 

“memelihara keadilan hukum tdak dapat dilakuakan dengan cara melanggar hukum itu. Memang mudah diucapkan tetapi sulit dilaksanakan, bukan?”

 

-          Perbedaan sebagai Kekayaan

 

“…perbedaan cara hidup adalah sesuatu yang wajar. Ini termasuk dalam apa yang dimaksudkan oleh kitab suci Alquran:”Dan telah ku buat kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku bangsa, agar kalian saling mengenal (Wa ja’alnakum syu’uban ila li ta’arafu).” Perbedaan pandangan atau pendapat adalah sesuatu yang wajar bahkan akan memperkaya kehidupan kolektif kita, sehingga tidak perlu ditakuti. Kenyataan inilah yang mengiringi adanya perbedaan kultural (dan juga politik) antara berbagai kelompok Musimin yang ada kawasan-kawasan dunia.”

 

 

 

 

 

Minggu, 27 Juni 2021

Membaca Problematika Sepakbola di Indonesia

 



            Indonesia merupakan Negara yang kaya akan talenta anak muda, baik dalam bidang perekonomian, pendidikan, maupun olahraga. Tapi, jikalau dilihat secara algoritma (logika) tentu akan muncul pertanyaan. Kenapa sepakbola kita tidak pernah maju, padahal kita memiliki talenta anak muda yang berkompeten dalam posisinya masing-masing?

            Dalam menjawab pertanyaan tersebut, terlebih kita dapat melihat dari banyak sudut pandag. Baik dari bagaimana pelatih mengola pemain, pelatih mengontrol emosi dari setiap individual para pemain tersebut, maupun kurangnya pelajaran tentang bagaimana aturan main bola sesuai ketentuan yang dibuat dan dibentuk oleh FIFA (Fédération Internationale de Football Association).

            Membaca problematika sepakbola di Indonesia tentu tidak jauh dari pergulatan para petinggi perekonomian maupun elite politik di dalamnya. Pada saat ini, beberapa artis tanah air pun turut hadir meramaikan pembentukan klub baru dikanca sepakbola Indonesia. Berikut beberapa nama artis tersebut:

Pertama, Raffi Ahmad (artis popular di tanah air dan menjadi youtuber layaknya Atta Halilintar) tersebut membeli klub asal Cilegon. Dan kini, berubah nama menjadi Rans Cilegon Fc. Dimana para pemainnya tersebut, kebanyakan diambil dari para pemain muda dan senior seperti Cristian Gonzales, Hamka Hamzah, dan lain sebagainya. Tapi sayang, kemarin harus kalah dengan skor akhir 6-2 ketika bertandang kemarkas Arema Fc.


Kedua, Gading Martin (artis yang tak kalah populernya, dan Ia adalah anak dari Roy Marten). Berbeda dari Raffi, Gading justru membeli klub berjuluk “Bayi Ajaib” yaitu Persikota Kota Tangerang. Dimana klub tersebut memiliki fanatisme yang cukup kuat, karena selalu bersebrangan dan terkadang bertempur dengan klub tetanganya yaitu Persita Tangerang.

Ketiga, Atta Halilintar (artis popular yang dikagumi kalangan milenial, memiliki akun Youtube dengan subscriber 27,6 juta dan followers di Instagram mencapai 19,5 juta). Dimana pada awal Juli 2021 Ia sedang mengurusi klub AHHA Pati Fc, yang sedang Ia rancang baik dalam Jas, seragam tim, maupun finansial para pemain.

Keempat, Kaesang Pangarep (putra Presiden Republik Indonesia ke-7 yaitu Ir. H. Jokowidodo dan sekaligus menjadi pengusaha di Kampung halamannya. Tak jarang diketahui banyak orang dengan penampilan yang nyentrik tersebut ternyata Ia membeli 40% saham dari klub besar bernama Persis Solo). Dan kini, Ia telah resmi menjadi direktur Persis Solo Saestu.

            Melihat problematika artis yang terjun untuk meramaikan panasnya pergulatan tim sepakbola di Indonesia tentu harus kita cermati, karena Erick Tohir pernah menjadi saham prioritas klub besar di Italia bernama Inter Milan pada 2013 silam. Dan, sempat menjadi presiden klub tersebut untuk menggantikan posisi Maimo Morrati. Tapi, pro-kontra ketika para artsi masuk ke dalam dunia sepakbola pun pasti ada. Karena, sepakbola tidak hanya dinilai dari rupiah ataupun dollarnya saja. Tapi juga, skill, mental, dan fisik para pemain pun butuh diperbaiki.

            Dalam buku “BOLA POLITIK DAN POLITIK BOLA Kemana Arah Tendangnya?” karangan Prof. Dr. Tjipta Lesmana, M.A. halaman 26 pun ia memaparkan “Pemain sepak bola, dengan demikian, hakikatnya tidak berbeda dengan seorang budak. Nasibnya sepenuhya ditentukan oleh majikan. Setiap saat, ia bisa dilego kepada klub sepakbola mana saja yang membutuhkannya, asal dengan jumlah uang yang sesuai dengan permintaan klub si pemilik. Perbedaan dengan jual-beli budak, dalam hel pemain bola, sang pemain dapat cipratan uang tidak kecil dari transaksi jaul-beli tersebut!

            Kasus Douglas Maicon (Inter Milan), mungkin bisa dijadikan ilustrasi mengenai ketergantungan pemain sepak bola pada klubnya sehingga bisa dikatakan bahwa status pemain sepak bola professional tidak berbeda dengan status budak”.

            Dari problematika terakhir kita dapat membrikan kesimpulan bahwa, “sehebat-sehebatnya pemain bola, mereka dalah budak dalam lapangan yang  harus patuh pada pelatih maupun prwesiden klubnya. Tapi seburuk-buruknya pemain bola, mereka pun pahlawan yang mengorbankan jiwa raganya untuk tim maupun Negara yang sedang Ia perjuangkan selama dua kali empat puluh lima menit.” Artinya, jangan terlalu terpukau pada pemain hebat, dan jangan terlalu menghina mereka yang bermain pas-pas an. Karena para pemain bola bukan saja bermain soal mencetak gol, tapi juga pertaruhan mental pun harus mereka miliki selama dua kali empat puluh lima menit.

            Satu dua kali kesalahan perlu ditoleransi, karena bagaimana pun mereka tidak selama nya bermain bagus selama sepekan atau dua pecan. Tapi, motivasi dan arahan harus ada setiap sebelum mereka bertanding.

"Hari Lahir Pancasila Sebagai Spirit Perjuangan Mahasiswa"

 


Seminar Kebangsaan

Eksistensi Pancasila di Era Milenial


Jum'at 18 Juni 2021, Auditorium FUAD Lt4.


Dalam suatu pembahasan menarik bersama Kang Bahrul memberikan beberapa statment. Salah satu nya ialah "Di Era Milenial ini, Pancasila hanya dipahami secara ritual". Dalam artian, pengaplikasian Pancasila dalam kehidupan itu sudah mulai hilang seiring berjalannya waktu, karena pembelajaran di kelas yang sudah tidak pernah dipraktikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bersosial.


Kang Bahrul pun, memberikan dua referensi dalam mempresentasikan 'Eksistensi Pancasila di Era Milenial'. Pertama, buku "Mata Air Keteladanan" karangan Yudhi Lathief yang menceritakan tentang keteladanan para tokoh Bangsa Indoensia. Dan kedua, buku "Detachment" yaitu film yang mencoba mengubah pola pikir mahasiswa nya.


Dan, Kang Bahrul memberikan penerangan pula kepada para Mahasiswa yang mengutip Ilmuan German "Semua yang bohong, kalau diucapkan berkali-kali itu akan menjadi kebenaran". Dan, itu semua terjadi pada Era Sosial Media saat ini.


Menurut nya Pun, "Kita tidak akan tahu orang yang mendapatkan informasi itu akan berespresi seperti apa". Tentu, kalangan Mahasiswa seharus nya lebih mendahulukan suatu yang fakta ketimbang 'perjudaise' (prasangka). Tapi, semua itu pun tergantung cara pandang nya masing-masing.


Dan, "Kita boleh berbeda secara pengetahuan dan pemahaman, tapi Kita pun harus bersama dalam membangun Bangsa".


Terakhir, Ia memberikan saran untuk Gen Milenial:


Pertama, "Membangun Gerakan Sadar Hukum".


Kedua, "Membiasakan diri untuk membaca dan mencintai ilmu".


Ketiga, "Melakukan Gerakan yang bersifat Kolaborasi".

Sabtu, 15 Mei 2021

Catatan dibalik Khutbah Idul Fitri 1442 H

 


Catatan dibalik Khutbah Idul Fitri 1442 H

          Catatan ini dibuat pada hari Sabtu, 15 Mei 2021. Berbicara tentang Idul Fitri pada tahun ini, tentu berbeda dengan tahun sebelumnya. Pasalnya, ketika saya masih berada di Pesantren Ayah saya sudah memberikan intruksi atau peringatan bahwa “nanti jadi Khatib di Masjid al-Barkah siap atau gak?, saya menjawab “Insya Allah, siap aja Yah”. Karena diberi waktu persiapan yang cukup lama kurang lebih tiga bulan dari hari Raya, tapi saya baru menyiapkannya ketika hari akhir-akhir menjelang pulang dari Pondok ke rumah. Dan, hal yang lebih tak disangka nya lagi ialah teks Khutbah yang sudah dibuat ketinggalan di Pesantren. Karena, pada saat itu terlalu sibuk dengan kegiatan dan persiapan pulang yang membuat saya lupa akan membawa teks tersebut.

            Tapi, akhirnya di samping saya harus kuliah didalam kereta api. Saya pun, mempersiapkan teks di kereta api sambil mempresentasikan mata kuliah Ilmu Komunikasi. Banyak hal yang saya pikirkan pada saat itu, karena ketika berada di Pesantren saya tidak tahu mau bahas apa nanti ketika menjadi Khatib di rumah dan saya memang lebih senang pada sesuatu yang mendadak atau disiapkan mendekati hari H nya mungkin, daripada harus menyiapkan dari jauh hari. Dan, tentu hasilnya pun akan lebih maksimal. Seperti sidang karya ilmiah dua tahun lalu, dimana dimalam hari tersebut saya tidak mempersiapkan apapun. Tapi, saya fokus mendengarkan lagu-lagu kesenangan di ruangan kosong pinggir Masjid Munirah Salamah.

Khutbah Idul Fitri tanpa “Tema Besar”

            Sebelum hari H, saya sudah menyiapkan isi teks Khutbah baik dari muqaddimah, isi, penutup, maupun doa dan kutipan para Ulama. Tapi, bagi saya sulit membuat tema besar nya, jadi ketika saya mulai menaiki podium mimbar di lapangan bebas tersebut. Barulah satu persatu pembahasan saya uraikan. Dengan catatan, saya tidak menggunakan tema besar. Artinya, apapun yang terbesit dalam pikiran dan yang hadir dalam lisan itu adalah tema besar khutbahnya. Tapi, saya tidak keluar dari bagian-bagian inti dan kesunahan Khutbah tersebut. Seperti yang Ustaz Yunal uraikan:

“Pada intinya khutbah ied sama dengan khutbah Jum’at, rukunnya juga 5 (gak boleh kurang, kalau kurang maka khutbahnya batal: Tahmid, Shalawat, Wasiat Taqwa, Baca Ayat, dan doa di khutbah kedua).

Cuma disunnahkan di awal khutbah pertama takbir 9x dan di awal khutbah kedua 7x.”

Isi Khutbah Idul Fitri Perdana

            Pertama, saya memulai dengan rasa syukur karena bulan Ramadhan ini satu persatu penyakit keluar dari bumi pertiwi Indonesia ini. Dan, tentu Ramadhan 1442 H ini bernbeda dengan yang lalu. Atau dapat dibilang Covid-19 sudah mulai meninggalkan jejak walaupun langkah “larangan mudik” harus diberlakukan. Mengutip pesan Prof. Dr. Kh. Said Aqil Siraj, Ma tentang puasa: “Ketika kita puasa dengan kesungguhan hati, hanya karena Allah, maka secara otomatis kita telah ikut menjaga kestabilan lingkungan, keamanan, dan ketertiban. Karena, sebagai seorang yang menjalankan puasa (Shaim), kita tidak akan melangkahkan kaki dan mengayunkan tangan untuk hal-hal yang keji dan buruk.”

            Kedua, saya pun menguraikan ayat tentang Taqwa pada surat al-Baqarah ayat 183. Tentu ayat ini sering dibaca oleh Imam-Imam Shalat di Kampung-kampung atau Perkotaan. Dimana pada penggalana ayat tersebut terdapat kata “tattaqun”. Pada saat itu, saya  menyampaikan bahwa “Taqwa dalam ayat tersebut berbentuk fiil mudhori’, yang bermakna hal/mustaqbal (sekarang/yang akan datang). Artinya, taqwa itu tidak memiliki dimensi dan tanpa batas.”

            Dan, tentu saya pun membahas tentang makna “fitri” (suci). Bagaimana pun, tentu kita sering mendengar hadis tentang kesucian anak yang baru lahir dari Rahim seorang Ibu. Teks tersebut berbunyi, “Kullu mau’ludin Yu’ladu ala fitrah” (setiap anak terlahir dalam keadaan suci). Dalam artian, anak tersebut tidak memiliki dosa dan beban apapun. Oleh karena itu, berbanggalah orang tua yang melahirkan anak, lalu kemudian anak itu meninggal setelah lahir atau sebelum baligh. Karena, itu dapat menjadi perantara masuk ke dalam surganya Allah Swt.

            Ketiga, saya pun tak lupa membahas tentang Covid-19 dan kebijaksanaan pemerintah dalam menerapkan larangan mudik. Pasalnya, banyak masyarakat yang belum mengerti tentang hal tersebut. Oleh karena itu, saya sampaikan dengan melampirkan cerita Amirul mu’minin Sayyidina Umar bin Khatab yang tidak jadi berangkat ke Syam karena waspada akan cerita sahabat nya bahwa di Negeri Syam sedang terjadi Wabah yang sangat mematikan. Oleh karena itu, larangan mudik adalah menyelamatkan diri sendiri atau dalam Maqasid al-Syariah disebut dengan hifz al-Nafs.

            Keempat, saya mengutip beberapa perkataan Ulama yang sudah wafat maupun masih hidup, seperti almaghfurlah Kh. Abdurrahman Wahid, Abi Quraish Syihab, Kh. Said Aqil Siraj, dan pesan Ustaz Ahmad Ubaidi’ Hasbillah tentang covid-19, dan terakhir murid dari Habib Umar bin Hafidz yaitu Habib Jindan bin Novel.

            Kelima, ketika saya membaca doa diakhir khutbah kedua. Saya pun, meniru gaya doa yang sering dibacakan oleh almukarram Ustaz Muhammad Sofin Sugito dan doa yang selalu diistiqamahkan oleh almaghfurlah Kh. Ali Mustafa Yaqub. Kalau diterjemahkan kebahasa Indonesia menjadi seperti ini, “Ya Allah, pahamkanlah Kami ilmu agama dan ajarkanlah pengetahuan yang mendalam” dan versi Ustaz Sofin “Kami ridho menjadikan Allah sebagai Tuhan, Islam agama Kami, Nabi Muhammad Nabi dan Utusannya Allah, al-Qur’an kitab suci Kami, ka’bah kiblat Kami, dan Indonesia sebagai tanah air dan bangsa Kami”.

 

Catatan tentang Tan Malaka 1

 


Membaca buku Tan Malaka

            Tan Malaka merupakan porter pemuda yang hebat, pemberani, bandel, dan nekat untuk melakukan banyak hal. Akan tetapi, tidak bisa kita pungkiri bahwasannya Ia merupakan pemuda yang jenius, cerdas, dan terkadang membuat guru-guru di sekolahnya kagum dengan kecerdasannya.

            Dalam usia yang tak begitu Muda atau bisa dikatakan masih relative kanak-kanak, Ia telah hafal Qur’an diluar kepala. Satu hal yang membuat nya menjadi pemuda tangguh mungkin karena tidak pernah meninggalkan Shalat, karena bagaimana pun Shalat merupakan kewajiban Kita sebagai Umat Islam.

            Menurut Djamaluddin Tamim, salah satu teman seperjuangan Tan Malaka dan penulis buku Kematian Tan Malaka menuliskan sejarah bahwa Tan Malaka lahir pada tanggal 2 Juni 1897. Bukan seperti sekarang yang kita dengar, ternyata Tan Malaka memiliki nama kecilnya adalah Ibrahim. Ayahnya bernama Rasad dari puak Chaniago  dan ibundanya bernama Sinah berasal dari puak Simabur.

            Dalam buku Massa Aksi pun, Khalid O. Santosa seorang penulis handal dan telah mengarang beberapa buku seperti Perjalanan Sang Jenderal Besar 1921-2008, Paradigma baru memahami Pancasila dan UUD 1945: sebuah rekonstruksi sejarah atas gagasan dasar Negara RI, consensus nasional, dan demokrasi, Manusia di panggung sejarah: Pemikiran dan Gerakan Tokoh-tokoh Islam, dan lain sebagainya. Ia pun, menuliskan Pesan Perjuangan Tan Malaka. Berikut isi pesan perjuangan tersebut

            “JIKA BISA membayangkan, pertanyaannya apa yang sempat muncul dalam pikiran Tan Malaka saat ia ditangkap bersama tumpukan buku-bukunya oleh sekelompok tentara, diiringi dengan tangan diikat, disekap di sebuah lumbung padi, kemudian ditembak mati. Mungkin ia tidak menduga sama sekali tindakan kejam dan biadab itu tega dilakukan oleh tentara bangsanya sendiri, yang telah perjuangkannya dengan segala kepahitan dan penderitaan. Bukankah sepanjang hidupnya ia telah keyang dengan berbagai penangkapan dan penahanan oleh tentara di berbagai Negara. Toh, semuanya tidak pernah diakhiri dengan eksekusi mati. Bahkan di negeri yang tidak pernah menginginkan kehadirannya sekalipun.

            Selama 51 tahun hidupnya, Tan Malaka menjelajahi tak kurang dari 21 tempat dan 11 negara dengan kondisi sakit-sakitan serta pengawasan ketat agen-agen Interpol. Mulai Minangkabau hingga berpetualang ke Belanda, Jerman, Inggris, Moskow, Filipina, Burma, Beijing, Thailand, dan kembali lagi ke Indonesia untuk bergerilnya ke Banten, Jakarta, Surabaya, Purwokerto, dan Yogyakarta. Semua perjuangan dan pengorbanan itu dilalui demi satu hal: Kemerdekaan Indonesia.”

                Pelarian Tan Malaka dari satu tempat ke tempat lainnya pun, memiliki banyak cobaan. Salah satu hal yang teringat oleh banyak orang ialah ketika Tan Malaka berkunjung kesuatu rumah, maka hal yang pertama Ia lakukan ialah menghadapkan wajahnya ke jendela. Karena, kecemasan yang muncul akan datang nya polisi rahasia Belanda, Jepang, Inggris, atau Amerika yang tiba-tiba menggrebek rumahnya. Ia pun, memiliki 23 nama palsu dan telah menjelajahi dua benua dengan total perjalanan sepanjang 89 ribu kilometer.

            Bukan hanya 23 nama palsu yang hadir di dalam dirinya, dalam proses petualangan tersebut ternyata ia telah menghasilkan 23 karya tulis yang turut menerangi obor revolusi. Seperti buku Massa actie, Semangat muda, Islam dalam tinjauan Madilog dan sebagainya.

 

~ Bersambung ~

Peran dan Kondisi Media Massa dan Demokrasi di Indonesia

​ Peran dan Kondisi Media Massa dan Demokrasi di Indonesia                              FAHRIZAL HISBULAH (11200510000130) Program Studi Kom...