Kamis, 25 November 2021

Poligami dalam pertimbangan agama, sosial-budaya, dan ekonomi



Polemik poligami di Indonesia merupakan isu yang sangat pada saat ini. Sebenarnya, isu ini sudah sangat biasa apaila kita mencermati platform digital seperti instagram, facebook, twitter, dan tiktok semisalnya. Pada tulisan kali ini, kita akan melihat sisi poligami dalam tiga pertimbangan besar. Pertama adalah agama, kedua adalah sosial-budaya, dan ketiga adalah ekonomi.

Dan, polemic terbesar ketika kita membicarakan tentang poligami ialah agama. Karena bagaimana pun, mereka seolah-olah berlindung atas nama “agama” atau pun sesuatu yang mereka anggap benar. Padahal, agama sendiri tidak mengajarkan demikian. Justru, hadirnya agama yang dibawa oleh baginda Nabi Muhammad Saw adalah untuk menghilangkan poligami yang ada secara perlahan dan bertahap. Mengikat, kondisi Bangsa Arab pada saat itu dimana perempuan dijadikan oleh seorang laki-laki sebagai budak dan isteri dijadikan sebagai pembantu yang tidak bisa berdaya.

Sebenarnya, tulisan ini diangakat dari video acara narasi yang berdurasi 22 menit di mana dalam tayangan tersebut membicarakan sosok Coach Hafidin selaku mentor poligami. Satu hal yang membuat penting untuk kita bicara dimedia tentang isu poligami ialah dengan pernyataan Coach Hafidin “Saya punya optimism di 2025 itu semarak poligami akan semakin kuat”. Argumentasinya tentu tidak jauh dari kemenangan Islam pada zaman sekarang dan Taliban yang merebut Afghanistan.

Ketika saya amati dengan cermat, pembicaraan Coach Hafidin di depan para isteri dan ketika berhadapan langsung dengan team narasi pun memiliki perbedaan. Konsep pembicaraan yang begitu menarik tentu akan membuat jamaah tertarik untuk mengikuti mentor Coach Hafidin, dan bagaimana ia membicarakan tentang “Cemburu bisa menjadi sesuatu yang indah, yang bagus, kalau penataan rumah tangganya benar”. Akan tetapi, satu hal yang perlu kita bicarakan di sini ialah ia menikah tanpa persetujuan isteri. Mungkin secara hukum fiqih boleh, tapi bagaimana secara hukum kode etik berumah tangga dan menjaga perasaan sang isteri.

Hal kontroversial yang kembali ia bicarakan ialah “Poligami itu syariat”. Kalau poligami dikatakan sebagai syariat, bagaimana dengan mereka yang tidak berpoligami. Apakah tidak manjalanan syariat. Melihat sisi kehidupan baginda Nabi Muhammad Saw, tentu lebih lama bermonogami ketimbang berpoligami. Ini yang menjadikan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah sosok panutan Umat Islam yang setia terhadap satu pasangan, dan tidak akan menikah lagi ketika Sayyidah Khadijah Ra masih hidup pada saat itu. Kembali lagi ini sering kita temukan bagaimana melakukan suatu hal dengan membawa agama maupun Nabi Muhammad Saw. Dan, konteks ini pun pernah terjadi ketika jihad dibicarakan diberbagai kalangan Muslim.

Terakhir, hal paling kontroversial yang ditemukan ialah pembicaraan tentang upah di mana ia berbicara dengan mudahnya “Ngajarin Qur’an aja boleh mengambil upah, apalagi ngajarin hidup bener”. Membandingkan dua hal yang sangat jelas berbeda, tentu pembahasan tentang memberikan upah kepada pengajar Qur’an sudah dijelaskan dalam kitab al-Tibyan karangan Imam al-Nawawi. Dan, diperbolehkan oleh beberapa Ulama dengan alasan yang kita bayar itu tenaga nya semisal ia naik kendaraan menuju tempat ngajar. Bukan soal mengajar kemudian mendapat upah. Bagaimana mereka melihat surat Yasin ayat kedua puluh yang berbunyi:

ٱتَّبِعُوا۟ مَن لَّا یَسۡـَٔلُكُمۡ أَجۡرࣰا وَهُم مُّهۡتَدُونَ

Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Tafsir al-Baidhowi – al-Baidhowi (658 H).

﴿اتَّبِعُوا مَن لا يَسْألُكم أجْرًا﴾ عَلى النُّصْحِ وتَبْلِيغِ الرِّسالَةِ. ﴿وَهم مُهْتَدُونَ﴾ إلى خَيْرِ الدّارَيْنِ.

Kemudian, pembahasan terakhir ialah bicara tentang sosial-budaya dan ekonomi. Secara sosial-budaya dan ekonomi tentu sangat poligami dapat berpengaruh sangat berbahaya. Dalam sosial-budaya korban terbesar dalam hal poligami ialah anak muda dan masyarakat yang berfikir pragmatis. Pragmatis dalam artian sifat seseorang yang selalu berfikir sempit, instan, dan tidak mau berfikir panjang dampak setelahnya akan seperti apa.

Di samping itu, kondisi Indonesia saat ini di mana angka perceraian cukup tinggi sehingga waspada dan berfikir panjang soal anak-cucu kita nanti pun harus kita bicarakan sekarang. Terakhir, komnas Perempuan dengan tegas menyatakan “mentoring poligami adalah glorifikasi kekerasan bagi perempuan”.

 


Senin, 15 November 2021

Berikan satu waktu untuk hidup bersama keluarga



Tulisan ini berawal dari pesan yang sangat mendalam dari Ustaz Ahmad Ubaidy Hasbillah ketika menjelaskan suatu hadis Nabi Muhammad Sallalahu Ala’ihi Wasallam. Dan, hal ini pun membuat saya harus menuliskan apa yang beliau sampaikan, agar dingikat selalu oleh kita para santri dan pelajar hadis Nabi Saw. Dalam hadis yang mulia, baginda Nabi Muhammad Shallahu A’laihi Wasallam bersabda:

أَخْبَرَنِي زِيَادُ بْنُ أَيُّوبَ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ

أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَقْنَا إِلَى أَهْلِنَا فَسَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَاهُ مِنْ أَهْلِنَا فَأَخْبَرْنَاهُ فَقَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا عِنْدَهُمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ إِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ

Dalam hadis tersebut kita dapat mengambil beberapa pelajaran yang dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat:

Pertama: Rasulullah Sallalahu A’laihi Wasallam memiliki sifat “Rahiman Rafiqan” (sangat penyayang dan sangat lembut). Oleh karena itu, seseorang yang pernah menjumpai Rasulullah Shallalahu A’laihi Wasallam pasti memiliki kenangannya tersendiri sebagaimana Sayyidah Aisyah yang menyebut bahwa akhlaq Nabi Muhammad Saw ialah seperti al-Qur’an.

Kedua: Rasulullah Shallalahu A’laihi Wasallam memiliki sikap kemanusiaan juga terhadap sahabatnya. Bagaimana ketika ada sahabatnya yang sudah rindu terhadap para keluarganya, justru Nabi memerintah kepada mereka untuk pulang. Dan, di samping pulang mereka pun dituntut untuk mengajari mereka bagaimana ibadah yang telah Nabi ajarkan kepadanya.

Ketiga: dalam hadis tersebut seorang Imam dalam Shalat dapat dilihat dari dua aspek:

a. Mereka yang paling tua dalam segi usia, dalam hal ini seorang bapaklah yang tepat untuk menjadi imam shalat. Redaksi hadisnya:

وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ

b. Mereka yang paling banyak hafalan Qur’an nya, dan hal ini yang membuat para santri yang pulang dari pesantren biasanya langsung disuruh jadi imam shalat oleh keluarganya maupun oleh masyarakat. Redaksi hadisnya ialah terletak pada hadis setelahnya:

وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا

Dan, tulisan ini berawal dari nasihat Ustaz Ubaid yang berbunyi:

إصنع وقتا واحدة أن يصلي مع عسرتك

“Berikanlah satu waktu untuk shalat bersama keluarga Mu”

Dalam hal ini pula, biasanya “tarbiyatul awlad” (pembelajaran anak) dapat dipahami dengan mudah oleh anak-anak mereka. Dan, kekompakan pun akan semakian erat dengan dikokohkan nya shalah berjamaah di rumah.

 


Minggu, 07 November 2021

Moderasi Beragama dalam Islam

 


Moderasi beragama saat ini menjadi diskursi khusus yang menarik bagi kalangan akademisi maupun non akademisi. Moderasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki dua makna, yaitu pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman. Dalam hal ini, kita akan membahas tentang Moderasi Beragama dalam Islam.

Terkait diskursus ini, dua istilah yang paling popular ialah wasatiyyah dan plularitas. Mari kita lihat tentang dua aspek tersebut.

1. Wasatiyyah                                                                           

وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan”.”

Tentu, kita sebagai akademisi ketika ingin membahas tentang Wasatiyyah dalam Islam, kurang lebih kita merujuk pada ayat ini. Berikut pandangan ulama tafsir tentang ayat tersebut:

a. Tafsir al-Jalalaini – Imam al-Mahally (684 H) dan Imam al-Suyuti (911 H).

﴿أُمَّةً وسَطًا﴾ خِيارًا عُدُولًا

b. Tafsir al-Baidhowi – Imam al-Baidhowi (685 H).

﴿جَعَلْناكم أُمَّةً وسَطًا﴾ أيْ خِيارًا، أوْ عُدُولًا مُزَكِّينَ بِالعِلْمِ والعَمَلِ

c. Tafsir Ibn’ Abi Hatim – Imam Ibn’ Abi Hatim al-Razi (328 H).

قَوْلُهُ: ﴿وكَذَلِكَ جَعَلْناكم أُمَّةً وسَطًا﴾ آيَةُ ١٤٣

[١٣٣١ ]

 حَدَّثَنا الحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ وأحْمَدُ بْنُ سِنانٍ، والحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الصَّبّاحِ قالُوا: ثَنا أبُو مُعاوِيَةَ، عَنِ الأعْمَشِ، عَنْ أبِي صالِحٍ، عَنْ أبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، قالَ «قالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: ”َكَذَلِكَ جَعَلْناكم أُمَّةً وسَطًا“ قالَ: عَدْلًا»

d. Tafsir al-Mawardi’ – Imam al-Mawardi’ (450 H)

قَوْلُهُ تَعالى: ﴿وَكَذَلِكَ جَعَلْناكم أُمَّةً وسَطًا﴾ فِيهِ ثَلاثَةُ تَأْوِيلاتٍ: أحَدُها: يَعْنِي خِيارًا، مِن قَوْلِهِمْ: فُلانٌ وسَطُ الحَسَبِ في قَوْمِهِ، إذا أرادُوا بِذَلِكَ الرَّفِيعَ في حَسَبِهِ، ومِنهُ قَوْلُ زُهَيْرٍ:

هم وسَطٌ يَرْضى الإلَهُ بِحُكْمِهِمْ إذا نَزَلَتْ إحْدى اللَّيالِي بِمُعَظَّمِ

والثّانِي: أنَّ الوَسَطَ مِنَ التَّوَسُّطِ في الأُمُورِ، لِأنَّ المُسْلِمِينَ تَوَسَّطُوا في الدِّينِ، فَلا هم أهْلُ غُلُوٍّ فِيهِ، ولا هم أهْلُ تَقْصِيرٍ فِيهِ، كاليَهُودِ الَّذِينَ بَدَّلُوا كِتابَ اللَّهِ وقَتَلُوا أنْبِياءَهم وكَذَبُوا عَلى رَبِّهِمْ، فَوَصَفَهُمُ اللَّهُ تَعالى بِأنَّهم وسَطٌ، لِأنَّ أحَبَّ الأُمُورِ إلَيْهِ أوْسَطُها

والثّالِثُ: يُرِيدُ بِالوَسَطِ: عَدْلًا، لِأنَّ العَدْلَ وسَطٌ بَيْنَ الزِّيادَةِ والنُّقْصانِ، وقَدْ رَوى أبُو سَعِيدٍ الخُدْرِيُّ، «عَنِ النَّبِيِّ ﷺ في قَوْلِهِ تَعالى: ﴿وَكَذَلِكَ جَعَلْناكم أُمَّةً وسَطًا﴾ أيْ عَدْلًا.

Kesimpulan yang dapat kita peroleh dari empat tafsir yang saya kutip ialah bahwa Wasath dalam ayat tersebut bermakna sebaik-baiknya ummat, dan dipertegas kembali oleh penjelasan dalam Tafsir al-Jalalain ialah umat yang adil. Kemudian dalam tafsir al-Baidhowi menamahkan kalimat “Muzakkina bi al-Ilmi wa al-A’mal” (cerdas dalam pengetahuan dan pengamalan). Dan, Imam Abi Hatim al-Razi mengutip suatu hadis yang menjelaskan tentang ayat tersebut dimana “Wasath” bermakna “Adlan’”, artinya sikap adil kita kepada siapa pun itu merupakan pengamalan dalam firman Allah SWT pada ayat ini.

Terakhir, Imam al-Mawardi memperincinya menjadi tiga kategori makna: Pertama, “Khiyaran” (sebaik-bainya). Kedua, “Wasath” itu dari “al-Tawassuth” (tengah-tengah dalam suatu perkara). Dalam artian, Umat Islam itu tengah-tengah dalam beragama dan tidak “ghulu” (berlebihan), tetapi juga tidak “al-Taqhsir” (kurang) dalam beragama. Dan, Imam al-Mawardi membri contoh Yahudi yang mengganti kitab Allah, membunuh para Nabi, dan berbohong atas Tuhan-Nya sendiri. “Ahabbu al-Umur ilahi Wasthuha” (Perkara yang paling dicintai oleh Allah SWT ialah perkara yang tengah-tengah). Terakhir, “Wasath” itu dimaknai sebagai “Adlan” (adil), karena adil itu pertengahan antara penambahan dan pengurangan.

2. Pluralitas

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pluralitas memiliki makna: “kemajemukan: mereka yang menolak RUU mencurigai adanya politik pemaksaan kehendak dari kelompok mayoritas untuk menghilangkan – masyarakat”. Atau, biasanya kita mengenal dengan istilah pluralisme yang memiliki makna: “keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya)”.           

Dalam konteks hal ini, yang perlu kita garis bawahi ialah bahwa kemajemukan ialah anugerah yang sangat besar dari Allah SWT yang perlu kita rawat, akan tetapi bukan menyamaratakan semua agama. Tentu, kita meyakini agama yang kita imani adalah yang paling benar, karena ini bicara soal iman, dan iman bicara soal keyakinan yang sudah final. Oleh karena itu, sikap pluralis yang kita miliki untuk menjunjung tinggi aspek-aspek kemajemukan dan kemanusiaan. Akan tetapi, tidak boleh sedikit pun membawa dalam hal yang ranah nya iman dan prinsip yang kita miliki bersama-sama. Mungkin ditulisan yang akan datang, saya akan menjabarkan nya lebih detail kembali.

Peran dan Kondisi Media Massa dan Demokrasi di Indonesia

​ Peran dan Kondisi Media Massa dan Demokrasi di Indonesia                              FAHRIZAL HISBULAH (11200510000130) Program Studi Kom...