Dalam catatan sejarah, kontribusi santri terhadap bangsa dan Negara
sangatlah besar. Momentum Hari Santri Nasional yang diselenggarakan pada 22
0ktober merupakan bentuk rasa terimakasih Negara kepada para santri yang telah
berjuang mempertahankan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Di samping
itu pula, besarnya kontribusi santri terhadap Negara pun tidak terlepas dari
keharmonisannya mereka kepada masyarakat. Terlebih, pesantren tua di Indonesia
biasa memberikan nama pondoknya dari nama daerah atau pun tempat yang mereka
singgahi.
Dalam tulisan kali
ini, saya tidak akan bicara soal itu. Tetapi diera zaman milenial ini, apakah
santri memiliki kontribusi terhadap dunia digital?, lalu, seberapa besarkah
hambatan yang dilalui para santri yang notabene adalah seorang pelajar
kitab kuning, ilmu alat, ilmu sharaf, ilmu manthiq, dan cabang sumber keilmuan
klasik lainnya?, terakhir sebesar apa kontribusi yang telah santri berikan
terhadap platform media digital ini?
Dalam menjawab
beberapa pertanyaan tersebut, tentu kita perlu melihat komposisi Pesantren
terlebih dahulu. Sejauh yang saya amati, pesantren yang berlatar belakang kuno
terkadang tidak terlalu mementingkan digital atau dalam bahsa lain mereka hanya
berdigital sesuai dengan kebutuhannya saja. Tidak terlalu memprioritaskan dan
tidak meninggalkan jejak tersebut. Akan tetapi, kita tidak bisa melihat dari
kaca mata itu saja, kendatri demikian justru anak-anak Kiai lebih gagah dan
keren dalam bermedia sosial. Artinya, ini kembali kepada diri mereka
masing-masing secara individu. Pada saat ini pula, kita bisa melihat akun
instagram Santri Mengglobal yang dipimpin oleh Dito Alif Pratama, MA. dalam
suatu acara di Pesantren luhur ilmu hadis Darussunnah Jakarta Institute For
Hadith Sciences saya mendengar pemaparan yang begitu indah tentang toleransi
yang disampaikan Dito Alif Pratama ketika Ia pertama kali nya Shalat di Masjid
al-Aqsha dan diantarkan oleh salah satu orang non-Muslim ketika ada suatu
pertemuan. Dan, ini menunjukkan bahwa santri pada saat itu pun sudah dibilang
tidak dapat dilihat sebelah mata kembali. Dan, bagaimana dengan santri yang
sekarang yang seharusnya makin sukses dalam menjaga nilai pesantren dan
berperan aktif dalam dunia digital.
Kembali sebelum
menjawab pertanyaan apakah santri memiliki kontribusi terhadap dunia digital,
perlu kita renungkan juga bahwa konsep dasar al-Muhafadzatu ala Qadim
al-Shalih, Wa al-Akhzu bi al-Jadid al-Ashlah (merawat tradisi merespon
modernisasi) merupakan suatu maqalah (perkataan) dari para leluhur kita
bahwasannya kesiapan dalam menghadapi dunia digital atau pun ranah jihad (perjuangan)
yang baru adalah keniscayaan yang harus kita hadapi bersama. Mungkin, pada
zaman dahulu para santri hanya menyebarkan agama di Kampung nya saja. Tetapi
kini, platform digital pun perlu sama-sama kita hadapi dan isi bersama-sama.
Dalam catatan, kita tidak meninggalkan adat istiadat yang pernah diisi oleh leluhur
kita khsus nya para santri umumnya masyarakat Indonesia.
Terakhir, sebelum
menjawab pertanyaan apakah santri memiliki kontribusi dalam dunia digital,
tentu sebagai santri kita tidak boleh merasa lebih hebat daripada leluhur kita.
Bagaimana pun, mereka lah yang pertama kali membukakan kita untuk mengenal alif,
ba, ta, tsaa’, jim, ha, kha, dan sehingga kita dapat menjadi mengenal kitab
kuning, membaca al-Qur’an, membahami hadits, dan terlebih semisal kita memahami
ilmu balaghah. Itu semua merupakan hasil doa leluhur kita, agar kita paham
bahwasannya ilmu ini sangat luas, belajar itu sampai titik darah penghabisan,
belajar lah sama siapa pun yang kamu jumpai, dan pendidikan paling tinggi
adalah al-Tathbiq (praktik) yang kita amalkan dan berikan kepada masyarakat
maupun keluarga besar kita khususnya.
Apakah santri memiliki kontribusi terhadap dunia digital?
Pertama, dalam menjawab
pertanyaan di atas tentu kita harus membuka dengan berbagai perspektif.
Bahwasannya, santri pada era saat ini bukan saja dituntut untuk pandai dalam
membaca naskah kitab kuning. Akan tetapi, kepandaiannya dalam bermedia sosial
pun harus dikembangkan dan diolah agar dapat bersaing ketat dalam dunia
Internasinal bersama para siswa lainnya. Kontribusi pertama tentu terletak pada
santri dapat mengubah dunia digital yang awalnya kotor dan penuh dengan ujaran
kebencian, justru saat ini mampu menjadi wadah bagi penyebaran ilmu pengetahuan
dan pengembangan bakat keterampilan bagi para masyarakat Indonesia khususnya.
Dan, hal tersebut dapat menjadi positif apabila didukung dengan transisi yang
memadai daripada para santri tersebut.
Kedua, dalam
menjawab kontribusi santri terjadap dunia digital kita pun tidak akan luput
dari lahirnya media massa ataupun sosial yang mendukung santri untuk terus maju
dan berkiprah pada posisinya masing-masing. Seperti akun instagram
@santrimengglobal sebagai pusat edukasi, informasi, dan motivasi agar para
santri nantinya tidak hanya dapat membaca kitab, akan tetapi juga dapat
memebaca masyarakat dan terlebih mereka dapat membaca dunia Internasional
dengan pancaran mata pengetahuan. Oleh karena itu, belajar banyak hal terhadap
suatu yang dirasa kita baru adalah suatu keniscayaan bahwa ilmu pengetahuan itu
selamanya akan maju dan zaman akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan
manusia yang ada di dalamnya.
Terakhir, kontribusi
santri yang paling terlihat dalam dunia digital ialah mampu mengajak masyarakat
milenial yang non-akademis untuk belajar melalui platform media yang mereka
miliki. Ini merupakan sumbangsih yang sangat besar dari santri untuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.
lalu, seberapa besarkah hambatan yang dilalui para santri yang notabene
adalah seorang pelajar kitab kuning, ilmu alat, ilmu sharaf, ilmu manthiq,
dan cabang sumber keilmuan klasik lainnya?
Tentu, hambatan terbesar yang dialami bagi para santri adalah
bagaimana mereka dapat mengolah media bukan saja dengan keilmuan yang memadai,
tapi juga bagaimana mengajak para pembaca dan penonton itu tertarik pada apa
yang mereka post atau pun unggah dalam platform Instagram, Facebook, dan
lain sebagainya.
Terakhir, sebesar apa kontribusi yang telah santri berikan terhadap
platform media digital ini?
Sebesar pengorbanan santri ketika lascar ulama-santri dan resolusi
jihad sebagai garda depan menegakkan Indonesia pada 1945-1949 yang lalu. Oleh
karena itu, sumbangsih santri dalam dunia platforam digital sudah tidak bisa
diragukan kembali, sumbangsih santri dalam dunia Nasional berupa perlawanan
terhadap penjajah, dan sumbangsih santri terhadap dunia Internasional adalah
ketika Presiden keempat Gus Dur mampu membrikan wajah Indonesia yang gemilang
ke dalam mata dunia Internasional.
Terakhir,
guru saya pernah berpesan yang tercantum dalam buku “Khadimun Nabi, Membuka
Memori 1971-1975 Bersama Prof. KH. Ali Mustahofa Ya’qub”:
“Kalau saja semua santri menjadi santri 24 karat. Menjadi santri
yang sungguhan tidak Cuma belajar, namun juga riyadhah, pastilah
hidupnya bermanfaat di tengah-tengah masyarakat. Karena, sebaik-baiknya manusia
adalah yang bermanfaat bagi sesamanya.”