Minggu, 02 Juli 2023

UU ITE; Tantangan media massa di era digital

Latar belakang:

 

Bicara tentang media massa, tentu kita tidak dapat lupa dengan tangangan era digital yang begitu pesat sampai saat ini. Dalam salah satu jurnal ilmiah yang dituliskan oleh Yofiendi Indah Indainanto disitu disebutkan "Perkembangan teknologi internet berdampak pada perubahan praktek jurnalistik yang mengharuskan media merubah cara kerja, produksi konten, model bisnis dan struktur organisasi media. Tujuanya agar lebih inovatif dan efesien dalam upaya memberikan kesan pada pembaca. Perubahan gaya transaksional media ke arah interaksi membuat media terus mengoktimalkan terlibatnya pembaca untuk ikut dalam memproduksi konten. Praktek jurnalisme digital di Indonesia terus berupaya membangun iklim media yang disukai pembaca, stabil dan dinamis, sehingga muncul berbagai media dengan ciri khas konten segmentasi berdasarkan usia tertentu. Dalam penelitian ini, menggambarkan pola-pola media membangun kepercayaan ditengah informasi yang melimpah dan pengaruh media sosial yang kuat dalam memberikan informasi. Tantangan media berbagi konten gratis untuk menghidupi bisnis yang sesuai kebiasaan masyarakat Indonesai menyukai konten gratis. Media yang terlahir dari perkembangan teknologi seperti Idntimes.com, Beritagar.id, Tirto.id dan Kumparan.com, terus berinovasi dengan menggunakan teknologi dalam produksi konten dan mengarah generasi milienal sebagai target pembaca, sementara konvergensi seperti Kompas.com, tempo.co, tribunnews.com, konsisten menampilkan berita tanpa segmentasi usia."

 

Nanti, dari situ kita baru mengetahui bagaimana media massa dapat memiliki transmisi yang aktif untuk era digital saat ini. Karena, perlu kita ketahui juga bahwasannya keilmuan harus aktif dan masif melihat perkembangan zaman yang ada. Kemudian, Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Masalah kejahatan adalah salah satu masalah sosial yang selalu menarik dan menuntut perhatian yang serius dari waktu ke waktu. Terlebih lagi, menurut asumsi umum serta beberapa hasil pengamatan dan penelitian berbagai pihak, terdapat kecenderungan peningkatan dari bentuk dan jenis kejahatan tertentu, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. (Darmawan, 1994 : 1).

 

Terlebih, Masalah kejahatan adalah salah satu masalah sosial yang selalu menarik dan menuntut perhatian yang serius dari waktu ke waktu. Terlebih lagi, menurut asumsi umum serta beberapa hasil pengamatan dan penelitian berbagai pihak, terdapat kecenderungan peningkatan dari bentuk dan jenis kejahatan tertentu, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Sebagai contoh adalah aktivitas pelacuran yang merupakan penyakit masyarakat. Hampir di setiap media massa baik koran, majalah, dan televisi memberikan gambaran yang nyata tentang kehidupan masyarakat khususnya tentang pelacuran atau prostitusi dengan segala permasalahannya. Terlebih saat ini semakin merebaknya pelacuran melalui situs internet.[1]

 

Permasalah prostitusi apabila dilakukan melalui media online ini dapat dikenakan hubungan yang lebih berat karena terjerat oleh tiga undang-undang yaitu Undang-Undang RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang RI No.44 Tahun 2009 Tentang Pornografi dan KUHP sudah cukup untuk menjerat para pelakunya. Agar dapat dikenakan pasal Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik maka harus memenuhi unsur adanya penistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang melanggar kesusilaan. Informasi elektronik yang melanggar kesusilaan dari sudut pandang hukum pidana diantaranya adalah berupa gambar, video, percakapan, animasi, sketsa yang mengandung konten kecabulan, persetubuhan, kekerasan seksual, alat kelamin.

 

Objek perbuatan kesusilaan ini pun harus disebarluaskan ke publik melalui media elektronik yang dapat diakses oleh masyarakat umum. Apabila memenuhi unsur tersebut maka pelanggaran pidana yang dilakukan termasuk pidana khusus sehingga ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (DITRESKRIMSUS) kepolisian. Adapun proses dikepolisian secara umum meliputi: Penyelidikan, Penyidikan, Penyidikan Pengumpulan Bukti, Penyidikan Penindakan.

 

Pidana Prostitusi Online

 

Pengertian Prostitusi Online

 

Prostitusi berasal dari kata latin yaitu “pro-stituere” artinya membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, pencabulan, dan pergendakan. Sedangkan kata “prostitute” merajuk pada kata keterangan yang berarti WTS atau Wanita Tuna Susila. Prostitusi juga dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri atau menjual jasa kepada umum untuk melakukan perbuatanperbuatan seksual dengan mendapatkan imbalan sesuatu yang di perjanjikan sebelumnya, yang kini kerap disebut dengan istilah pekerja seks komersial (PSK).[2]

 

Prositusi (pelacuran) secara umum adalah praktik hubungan seksual sesaat, yang kurang lebih dilakukan dengan siapa saja, untuk imbalan berupa uang. Tiga unsur utama dalam praktik pelacuran adalah pembayaran, promiskuitaqs dan ketidak acuhan emosional.[3] Namun dalam kasus-kasus tertentu terlibat pula orang lain yang berperan untuk “memudahkan “ atau memfasilitasi aktifitas pelacuran dalam jaringan (prostitusi online) tersebut yang mana kita mengenalnya dengan sebutan germo atau mucikari. Berdasarkan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) di Indonesia, hanya orang yang “memudahkan” inilah yang dapat diancam dengan pidana. Sebuah definisi pelacuran yang kurang moralitas diajukan oleh Gagnon J.H (1968) Dalam bukunya Prostitution dalam Internasional Encyclopedia of social science, sebagaimana yang dikutip oleh Thanh-Dam Turong dalam bukunya Seks, uang dan kekuasaan, memandang pelacuran sebagai pemberian akses seksual pada basis yang tidak diskriminatif untuk memperoleh imbalan baik berupa barang atau uang, tergantung pada kompleksitas system ekonomi. Pembayaran diakui bagi perilaku seksual yang spesifik.

 

Prostitusi online adalah praktik pelacuran yang lewat media sosial dalam menjajakannya, yang dimana para pelaku melakukan promosi lewat media sosial dalam menyebarkan lewat media sosial twitter, instragram, aplikasi-aplikasi penguhubung sosial lainnya. dari berbagai kasus yang ada media sosial sering di salah gunakan dan untuk melancarkan prositusi agar banyak orang yang tertarik untuk menggunakan jasa PSK tersebut. Prostitusi online merupakan suatu perbuatan berhubungan seksual dengan orang lain dengan menggunakan “transaksi” yang mana proses transaksi itu dapat dilakukan dengan menggunakan media elektronik. Kegiatan ini melibatkan paling tidak dua orang pihak yaitu orang yang menggunakan jasa layanan seksual dan pemberi layanan seksual atau pekerja seks komersial (PSK).[4]

 

Pengaturan Tindak Pidana Prostitusi Online Dalam Hukum Indonesia

 

Pidana adalah sanksi yang hanya dalam hukum pidana. Jika diartikan dengan sanksi dalam bidang hukum lain, maka pidana adalah sanksi yang paling keras.[5]

Tanpa adanya sanksi pidana, maka satu perbuatan hanyalah merupakan perbuatan melanggar hukum biasa. Perkataan tindak pidana merupakan terjemahan dari Bahasa belanda “strafbaar Feit”. Dalam Bahasa inggris “criminal act”, dama Bahasa latin “actus reus”. Secara harfiah apabila digabungkan akan mengandung pengertian suatu kenyataan atau perbuatan nyata yang dapat dihukum.[6]

 

Adapun tindak pidana prostitusi online yang dimaksud adalah suatu kegiatan perdagangan manusia, dilakukan seseorang dengan teknologi internet untuk memudahkan kegiatan prostitusi. Termasuk ke dalam definisi perbuatan cabul, karena memenuhi sejumlah unsur- unsur seperti persetubuhan di luar perkawinan dan dilakukan untuk mendapat kenikmatan seksual.

 

Prostitusi online sendiri merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mempromosikan diri guna mendapatkan melancarkan aksi pelacuran agar mempermudah dalam proses mempromosikannya. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak memberikan penjelasan mengenai kata kesusilaan dalam penjelasannya, meskipun tidak secara nyata menjelaskan mengenai prostitusi online, namun dapat memenuhi unsur melanggar kesusilaan. Pasal-pasal yang terdapat didalamnya memberikan sanksi bagi para pelaku yang melakukan dan melanggar kesusilan yang dapat dikatakan cukup berat baik dalam hukuman pidana penjaranya maupun pidana dendanya. Berikut analisis pasal yang menunjukan kepada muatan yang mengandung pornografi dalam UU ITE, Perbuatan-perbuatan yang dilaksanakan di internet (online) telah diatur dalam UU ITE, contohnya ialah prostitusi Online, akan tetapi dalam pasal-pasal peraturan tersebut tidak ada yang menggunakan kata prostitusi secara langsung, terkecuali pada pasal 27 ayat 1 yang terdapat kata melanggar kesusilaan yang kemudian ditafsirkan sebagai perbuatan yang dilarang.[7]

 

B. Pengaturan Penyidikan Tindak Pidana Siber Materil di Indonesia

 

Dalam hal penangulangan tindak pidana siber terkait tindak pidana prostitusi, Penyidikan diatur dalam Undang-undang yang ada di Indonesia, yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.:

 

1. Pasal 43 ayat (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan

Transaksi Elektronik.

2. Pasal 43 ayat (2) Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan

Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, dan integritas atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

3. Pasal 43 ayat(3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.

 

4. Pasal 43 ayat (4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

 

5. Pasal 43 ayat (5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

 

a.     menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;

 

b.     memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;

 

 

c.     melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;

 

d.     melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;

 

e.     melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;

 

 

f.      melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;

 

g.     melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan/atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan peraturan perundangundangan;

 

f. membuat suatu data dan/atau Sistem Elektronik yang terkait tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik agar tidak dapat diakses;

 

h.     meminta informasi yang terdapat di dalam Sistem Elektronik atau informasi yang dihasilkan oleh Sistem Elektronik kepada Penyelenggara Sistem Elektronik yang terkait dengan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;

 

 

i.      meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik; dan/atau

 

j.      mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.

 

 

6. Pasal 43 ayat (6) Penangkapan dan penahanan terhadap pelaku tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana. 7) Pasal 43 ayat (7) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut

Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

 

7. Pasal 43 ayat (7a) Dalam hal penyidikan sudah selesai, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

 

8. Pasal 43 ayat (8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat bekerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

 

Berdasarkan pasal- pasal dari undang-undang ITE tersebut dalam mengatur mengenai tugas dan wewenang penyidik, kode etik dalam proses penyidikan, dan tahapan-tahapan dalam penyidikan, hingga mengenai koordinasi penyidik dalam penanggulangan tindak pidana cyber crime, dari pasal-pasal tersebut sebagaimana sebagai hukum materil yang mana telah mengatur proses penyidikan secara rinci sehingga pihak penyidik tidak kesulitan dalam hal melakukan tugasnya melakukan proses penyidikan sesuai aturan yang berlaku. 

 

DAFTAR PU8TAKA

 

Hervina Puspitosari, “Upaya Penanggulangan Prostitusi Online Internet Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)”, Jurnal Komunikasi Massa Vol 3 No. 1 Januari 2010, Hal. 1-3

 

Drs. H. Kondar Siregar, MA, Model Pengaturan Hukum Tentang Pencegahan Tindak Prostitusi Berbasis Masyarakat Adat Dalihan Na Tolu, Perdana Mitra, Handalan, 2015, hlm. 1.

 

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hlm. 159.

 

Drs. H. Kondar Siregar, MA, Model Pengaturan Hukum Tentang Pencegahan Tindak Prostitusi Berbasis Masyarakat Adat Dalihan Na Tolu, Perdana Mitra, Handalan, 2015, hlm. 1.

 

Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm .139.

 

P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Bandung, 1984, hlm. 172.

 

Herman, H. “Pengaturaan Dan Sistem Penyelesaian Tindak Pidana Prostitusi Online Menurut Hukum Positif”, Jurnal hukum, Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Handayani, 2017, hlm. 4.

 

Anindia, Islamia Ayu dan R. B, Sularto, “Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Prostitusi Sebagai Pembaharuan Hukum Pidana”. Jurnal hukum, Universitas Diponogoro, semarang, 2019, hlm. 25

 



[1] Hervina Puspitosari, “Upaya Penanggulangan Prostitusi Online Internet Berdasarkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)”, Jurnal Komunikasi Massa Vol 3 No. 1 Januari 2010, Hal. 1-3

[2] Drs. H. Kondar Siregar, MA, Model Pengaturan Hukum Tentang Pencegahan Tindak Prostitusi Berbasis Masyarakat Adat Dalihan Na Tolu, Perdana Mitra, Handalan, 2015, hlm. 1.

[3] Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hlm. 159.

[4] Drs. H. Kondar Siregar, MA, Model Pengaturan Hukum Tentang Pencegahan Tindak Prostitusi Berbasis Masyarakat Adat Dalihan Na Tolu, Perdana Mitra, Handalan, 2015, hlm. 1.

[5] Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm .139.

 

[6] P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Bandung, 1984, hlm. 172.

[7] Herman, H. “Pengaturaan Dan Sistem Penyelesaian Tindak Pidana Prostitusi Online Menurut Hukum Positif”, Jurnal hukum, Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Handayani, 2017, hlm. 4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Peran dan Kondisi Media Massa dan Demokrasi di Indonesia

​ Peran dan Kondisi Media Massa dan Demokrasi di Indonesia                              FAHRIZAL HISBULAH (11200510000130) Program Studi Kom...