Senin, 26 April 2021

Khutbah idul fitri tentang hikmah dibalik covid-19




 Khutbah I  


 اللهُ أَكْبَر اللهُ أَكْبَر اللهُ أَكْبَر، اللهُ أَكْبَر اللهُ أَكْبَر

 اللهُ أَكْبَر، اللهُ أَكْبَر اللهُ أَكْبَر اللهُ أَكْبَر.


 اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلهِ كثيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،  اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّد وَ عَلَى أَلِ سَيِّدِنا مُحَمّدٍ أَمَّا بَعْدُ: فَيَاَيُّهَا اْلإخْوَانُ، أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللهُ اْلعَظِيْمُ.


Saudaraku/Keluargaku 


Pada saat ini kita semua patut bersyukur bahwa bulan suci Ramadhan baru saja kita lalui bersama dengan baik meski suasana Ramadhan dan 1 Syawal 1442 H berbeda dengan beberapa Tahun sebelumnya.


Saudaraku/keluargaku yang dirahmati Allah. 

 Selama sebulan penuh kita telah menjalani puasa Ramadhan sesuai dengan perintah Allah subhanahu wa ta’ala di dalam Al-Qur’an, surat Al-Baqarah, ayat 183, yang berbunyi:


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ 

قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


   Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”  


Taqwa dalam ayat tersebut berbentuk fiil mudori', artinya bermakna hal/mustaqbal (sekarang dan yang akan datang). Bukan hanya massa lampau saja, seperti fiil madhi'. Itulah, mengapa penting nya Kita bertaqwa kepada Allah Swt. Seperti hadis Nabi Saw:


اتق الله حيثما كنت و أتبع السيئت الحسنة تمحوها بخلق الناس (الحديث).


Saudaraku/Keluargaku yang dirahmati Allah.


Dalam terjadi nya Covid-19 ini, Allah kerap membuat perumpamaan untuk menjelaskan kebenaran dan hakikat yang luhur, dengan bermacam makhluk hidup, baik kecil maupun besar. Orang-orang kafir mencibir ketika Allah mengambil perumpamaan berupa makhluk kecil yang dipandang remeh seperti lalat dan laba-laba. Sehingga turunlah ayat:


إِنَّ اللَّهَ لا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلا يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلا الْفَاسِقِينَ

(QS. Al-Baqarah ayat 26)


Termasuk bakteri, kuman, virus dan sebagainya semua adalah ciptaan Allah yang pasti memiliki peran yang tidak sia-sia dalam kehidupan ini. Hal ini hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang senantiasa merenungi ciptaan Allah, sebagaimana firman-Nya:


الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ


(QS. Ali Imran 191)


semua ciptaan tersebut juga bisa menjadi media bertafakur dan berdzikir (mengingat Allah), termasuk virus Corona (Covid-19) yang akhir-akhir membuat gempar masyarakat. Fenomena merebaknya virus yang menelan ratusan ribu korban di seluruh dunia itu mengandung sejumlah pelajaran bagi kita semua.


Pertama, tentang kemahaagungan Allah dan betapa lemah dan kecilnya manusia.


"Fenomena ini member pelajaran bahwa betapa sangat mudah bagi Allah untuk menjadikan juga membinasakan alam ini. Bagaimana mungkin manusia berhak sombong terhadap-Nya, sedangkan hanya menghadapi sebagian terkecil dari makhluknya saja mereka sudah kerepotan?"


Kedua, tentang pentingnya merenungi bahwa tiap manusia amatlah dekat dengan kematian. Sehat, sakit, bahkan kematian adalah kuasa Allah.


قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ    


(QS Al-An’am ayat: 162)


Ketiga, tentang kesadaran akan integrasi keilmuan.


"Wabah Corona telah membuka kesadaran manusia adanya kebutuhan akan ilmu agama sebagai benteng keimanan, ilmu medis sebagai upaya penanganan fisik, dan ilmu sosial untuk menjalin kerja sama yang solid dalam menghadapi musibah."


Keempat, tentang pentingnya kesadaran akan hidup bersih.


وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ


(QS. At-Taubah: ayat 107)


  بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم  


Khutbah II   


اللهُ اَكْبَرْ (٣×) اللهُ اَكْبَرْ (٤×) اللهُ اَكْبَرْ كبير

 وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ.


اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيِنَ، أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدَ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ ا اتَّقُوا الله. قال الله تعالى: أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. 


اَلَّلهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


Senin, 05 April 2021

Catatan Najwa: Kumpul Ulama Penyejuk Hati


 

Acara kumpul ulama penyejuk hati merupakan suatu sinergi membangun pemahaman Islam yang lebih moderat kembali ketika dihadapkan dengan beberapa persoalan keagamaan. Tokoh yang hadir pada acara tersebut antara lain Prof. Dr. Abdul Mu’ti, Kh. Bahauddin Nursalim, Alhabib Jindan bin Novel bin Salim bin Jindan, Dr. Ali Nurdin, Dr. H. Das’ad Lathief, Prof. Dr. Kh. Nasaruddin Umar, dan terakhir Prof. Dr. M. Quraish Syihab. Dan, pada pembahasan tersebut lebih dominan menangani kasus terorisme dan pengeboman di Indonesia ini. Karena, bagaimana pun pemahaman seperti itu lambat laun masih menjadi misteri dan kita pun tidak mengetahui siapa dalang di atas kejadian.

            Mba Nana sebagai pembawa acara dalam diskusi ilmiah yang dibawakan dengan santai tersebut mulai memberikan satu dua pertanyaan kepada para pemateri. Dan, pemateri pun mulai berbicara dengan lugas, tegas, tapi tetap dengan santai kepada para audients (peserta) yang berada di Zoom.

            Menurut Abi Quraish Syihab, “jihad bukan dalam bentuk perang” dan “mereka yang melakukan bom bunuh diri, itu salah langkah”. Artinya, jihad tetap dalam sinergi dan spirit yang menggabungkan antara agama dan ilmu agama. Pasalnya, jika kita tidak memiliki ilmu maka cara atau thariqah nya pun akan salah. Dan lebih dari itu, Abi Quraish pun mempertegas bahwa “orang yang melakukan bom bunuh diri, untuk membunuh orang lain. Itu melanggar ajaran agama”. Artinya, agama seharus nya dijadikan sebagai rahmat, kasih ssyang, dan perlindiungan kepada umatnya. Justru, mereka jadikan agama ini sebagai alat mematikan kehidupan orang lain. Tentu, ini telah salah arah dan perlu kita luruskan pola paham keagamaan yang seperti ini.

            Dalam pembicaraan lain, Prof. Nassar menyampaikan “Jihad itu sebenernya bukan buat mematikan orang, tapi justru buat menghidupkan orang”. Bagaimana pun, ini semua terjadi karena kalangan muda atau milenial kita kurang membaca teks-teks keagamaan secara menyeluruh dan tanpa didasari pemahaman yang universal. Dan, menurut Prof. Mut’hi “kelompok muda zaman sekarang tidak terbiasa membaca yag berat-berat”. Oleh karena itu, kita perlu membuat narasi-narasi keagamaan yang lebih santun, tidak menindas satu sama lain, dan terpenting tidak keluar dari koridor utama yaitu: al-Qur’an dan sunnah Nabi  Muhammad Saw yang pengamalan dan pemahamannya telah diwariskan kepada para sahabat, tabi’in, tabi’tabiin, sampai sekarang para ulama kita yng memiliki keterkaitan nasab kepada mereka.

Kiai Ali Nurdin

Ilustrasi sepakbola dalam menjalankan dakwah agama

            Bahwasannya Kiai Ali Nurdin, salah satu murid pertama almaghfurlah Kh. Ali Mustafa Yaqub beliau memaparkan “Kami tidak mengajarkan menendang kaki lawan, tapi kita fokus mencetak gol”. Dengan itu, dakwah memang seharus nya membangun sinergi kemasyarakatan yang intinya itu membuat mereka yang awal nya tidak sadar tentang suatu hal, kemudian kita sadar kan. Bukan, justru kita menciderainya hingga membaut mereka memiliki trauma maupun penyakit dalam beragama.

            Dan, dalam hal ini Abi Quraish pun menyampaikan “semakin dalam ilmu seseorang, maka semakin tinggi toleransi seseorang”. Dan, itulah yang membuat kenapa alim ulama kita ketika menyelesaikan suatu hal atau pun problematika tidak terburu-buru dalam menampilkan pendapat atau pun argumentasi. Dan, dimana nanti akhirnya akan membingunkan umatnya itu sendiri.

            Al-habib Jindan pun memaparkan hal yang sama, bahwa “tugas kita mengajak kebaikan, bukan menghakimi seseorang”. Dan, menurut beliau pula bahwa “dakwah wali songo itu dakwah yang paling sukses di dunia ini”.

Gus Mus, anatara ilmu agama dan pemahaman agama

            Gus Musa atau Kh. Mustafa Bisri memaparkan “ilmu pengetahuan tentang agama itu sangat penting untuk pemahaman agama”, dan “semua dai harus menghilangkan narasi kebencian, karena tidak cocok dengan din al-Rahmah, Nabi al-Rahmah, dan Rahmatan lil alamin pun tidak cocok”. Menurutnya pun, banyak dari kita mengucapkan Allahu Akbar, tapi mengapa tidak bisa mengecilkan diri kita dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Minggu, 04 April 2021

Apresiasi dan catatan penting buat disertasi Kang Jalal

 



            Sosok seperti Kang Jalal tentu sangat perlu dijadikan diskusi khusus tentang pemikiran, pendapat, maupun penulisan beliau. Pasalnya, tulisan beliau dalam disertasi yang berjudul “Asal-ushul sunnah sahabat Studi Historiografis Tarikh Tasyri”. Dan, telah diujikan dan dipertahankan dalam Sidang Ujian Promosi Doktor yang diselenggarakan pada hari Kamis 15 Januari 2015 bertepatan dengan tanggal 23 Rabiul Awwal 1436 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam sidang Ilmu Pemikiran Islam pada Pascasarjana uin Alauddin Makassar, memang memiliki banyak tanda tanya maupun pro-kontra di dalamnya.  

            Dalam hal ini, kita perlu mengapresiasikan kontribusi buah pemikiran beliau tentang “ilmu pengathuan Islam”. Dan, beliau pun mencantumkan referensi-referensi dalam cakupan yang luas. Artinya, tidak salah pula apabila pemikirannya dan siding doktor nya dapat lulus dengan baik sesuai jalur proses siding yang terjadi di lapangan.

            Tapi, catatan atau pun kritikan yang saya berikan tanpa menghormati rasa hormat kepada beliau ialah kurang objektifnya Kang Jalal ketika menilai Amirul Mu’minim Sayyidina Umar Bin Khatab Ra, bagaimana dalam disertasi beliau seolah-olah Amirul Mu’minin ini menjadi sosok yang tidak memiliki peran maupun andil sedikit pun pada massa Nabi Muhammad Saw masih hidup maupun sepeninggal Nabi. Ini pun, perlu  menjadi cacatan bagi kita bahwa “Adegan sejarah dapat dipahami dengan beberapa sisi” dan “sejarah dapat dibaca dengan beberapa versi” menurut Ustaz Syarafuddin Firdaus dalam diskusi pada Malam Minggu bersama Rasionalika.

            Oleh karena itu, perlu kita sadari pula bahwa dalam disertasi nya pada halaman ke delapan puluh Sembilan beliau menggunakan judul “Sunnah Sahabat yang Menggantikan Sunnah Nabi saw: Shalat Tarawih” pasalnya ini memiliki kasalahan pemahaman atau pun pengejawantahan tentang permasalahan “shalat tarawih”. Karena, bagaimana pun Sayyidina Umar sama sekali tidak menggantikan sunnah Nabi, akan tetapi membuat semangat sunnah yang lebih baik kembali. Dalam kaidah nya, kita dapat melihat al-Muhafazatu ala’ qadim al-Shalih, wal akhzu bil jadid al-Ashlah (menjaga tradisi dimassa lalu, dan memperbaharuinya untuk lebih baik kedepannya”.

            Kemudian, disamping itu pula Kang Jalal pun mempermasalahkan keadilan para sahabat Nabi. Pasalnya, bagaimana mereka adil tapi mereka pun berperang dan berebut kekuasaan. Oleh karena itu, mereka tidak memakai sunnah sahabat sebagai hujjah atau pun pendapatnya. Berikut tokoh yang Kang Jalal tampilkan untuk menolak sunnah sahabat:

a. Ibnu Hazm

b. Abu Hamid al-Ghazali

c. Ibnu Qayyim

            Dalam tiga tokoh di atas, tentu kita pun harus melihat bagaimana Kang Jalal menggunakan pendapat Ahlussunnah untuk menguatkan pendapatnya untuk menolak sunnah sahabat sebagai hujjah. Bagaimana pun, sahabat merupakan manusia yang pernah ketemu Nabi Muhammad Saw (menurut ulama hadis) atau pun (menurut ualam ushul) syarat menjadi sahabat ialah bertemu Nabi dengan jangka waktu yang sangat lama. Itulajh menariknya disertasi Kang Jalal, membuat kita berfikir membacanya walau kita tidak mengikutinya.

            Tapi, dalam menyelesaikan problematika ini kita pun harus tahu bahwa “Tafsir menjadi multi tafsir, ketika seseorang tidak ada” atau “tidak ada sesuatu yang dipahami, ketika sesuatu itu tidak ditafsiri” itulah menurut Kang Yufi. Jadi, pernbedaan cara pandang sahabat tentang pola pandang hidup Nabi Muhammad Saw ketika dihadapkan pada suatu masalah merupakan suatau anugrah. Dan, terjadi nya satu atau dua kali peperangan antar sahabat itu tidak sama sekali membuat mereka menjadi tidak adil. Karena, bagaimana pun mereka tidak ma’shum (terjaga dari dosa), mungkin mereka pun masih memiliki sifat kemanusiawiannya sama seperti kita. Tapi, dalam problem berbohong kepada Nabi atau ia menambahkan dan menguranhkan pesan yang pernah Nabi sampaikan itu adalah suatu kemustahilan. Jadi, menurut saya ini adalah Generalisasi (kesalahan dalam penalaran) yang dilakukan oleh Kang Jalal dalam melihat suatu teks atau peristiwa sejarah.

            Bagaimana pun, tulisan Kang Jalal Tua tentu jelas berbeda dengan tulisan Kang Jalal Muda. Menurut Ustaz Hanif, “lingkungan akademis itu berpengaruh pada tulisan akademis seseoarng”. Dan, itulah yang sedang terjadi pada sosok Jang Jalal Tua.

            Terakhir, yang perlu menjadi pembahasan urgen ialah tentang Syiah dan Suni dalam kanca politik. Bagaimana pun, menurut Ustaz Muhammad Hanifuddin “Pembelahan komunitas syiah dan suni kuat pada perebutan kekuasaan”. Oleh karena itu, kita harus menyatukan keduanya, dan konsep dasarnya ialah bahwa “pelangi itu indah” karena banyak warna bukan satu warna. Tapi, dalam hal ini kita pun harus memiliki pijakan agar tidak terbawa jurang arus yang salah.

            Sebagai penutup tulisan ini, patut kita ketahui pula bahwa memang kita memiliki luka sejarah maupun beban sejarah yang kuat antara Sunni, Syiah, dan Wahabi. Tapi, apapun itu mereka adalah saudara kita, teman kita, dan sahabat kita. Maka, bersatulah dalam satu naungan, dan lupakanlah massa pertengkaran diantara kita.

Kamis, 01 April 2021

Urgensi belajar bahasa Asing bagi kalangan Milenial

 



            Belajar merupakan kewajiban bagi kita sebagai makhluk dimuka bumi ini, baik belajar yang bersifat Agama maupun non-Agama. Tapi, pada tulisan kali ini saya lebih spesifik ingin mambahas tentang “urgensi belajar bahasa Asing bagi kalangan Milenial”.

            Bahwasannya tulisan ini berasal dari renungan saya sebagai penulis, ketika Ustaz Ahmad Ubaidi Hasbillah menjelaskan di dalam bukunya “40 Hadis Pengader Ulama”. Di mana hadis yang beliau kumpulkan ialah hadis-hadis yang sering disampaikan oleh almarhum Prof. Dr. Kh. Ali Mustafa Yaqub, Ma. selama mengajar beliau. Dan, hadis tersebut termaktub dalam buku “40 Hadis Pengader Ulama” pada halaman 56. Berikut redaksi hadisnya:

عن خارجة يعني ابن زيد بن ثابت قال: قال زين بن ثابت: أمرني رسول الله صلى الله عليه و سلم فتعلمت له كتاب يهود و قال إني والله ما آمن يهود على كتابى. فتعلمته فلم يمربي إلا نصف شهر حتى حذقته فكنت أكتب له إذا كتب و أقرأ له إذا كتب إليه

Terjemah: Dari Sayyidina Kharijah bin Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhuma’ mengisahkan bahwa ayahandanya, Zaid bin Tsabit berkisah,

“Aku diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam [untuk belajar bahasa Ibrani atau Suryani guna menerjemahkan surat-surat orang Yahudi]. Aku akhirnya mampu mempelajari surat-surat orang Yahudi tersebut untuk Nabi.”

“Demi Allah, sumgguh aku akan buktikan kepada orang Yahudi bahwa aku mampu menguasai bahasa mereka.” Kata Zaid penuh optimisme dan semangat membara.

“lalu, aku segera mempelajarinya. Tidak lebih dari setengah bulan, aku sudah menguasainya. Setelah itu aku selalu menuliskan surat Nabi ketika beliau ingin berkirim surat dengan mereka. Aku juga selalu membacakan untuk Nabi ketika beliau menerima surat dari mereka,” lanjut Zaid.

            Hadis di atas, menjadi landasan kita sebagai kaum mulim yang Milenial (kekinian). Agar, mempelajari bahasa Internasional atau bahasa lainnya. Karena, pepatah pernah berkata, “bahasa adalah jendela dunia”. Ketika kita telah mempelajari banyak bahasa, maka kita telah menggenggam dunia ini.

            Dalam hal ini, Ustaz Ahmad Ubaidi Hasbillah pernah berpesan dalam pengajian Mingguan di Masjid Munirah Salamah bersama para santrinya:

~ “Bahasa pengantar resmi adalah bahasa Arab dan Inggris”.

~ “Kita tidak bisa berdakwah lebih luas, tanpa Kita ketahui bahasa mereka”.

~ “Belajar bahasa Asing, sama saja atau setara dengan menjaga kelestarian bumi ini.”

~ “Gunakan potensi kalian sebaik mungkin, jangan disia-siakan.”

~ “Apapun yang kalian pelajari Insya Allah bermanfaat.”

Dan, salah satu pesan yang Ustaz Ubaid sampaikan, dan itu menurut saya penting ialah ketika beliau meyampaikan “barangsiapa yang memahami bahasa suatau Kaum, maka ia akan selamat dari kejahatan Kaum tersebut”.

            Dengan ini, marilah kita sebagai anak Milenial agar terus belajar bahasa, mengolah tulisan, dan menggunakan potensi keilmuan yang kita miliki. Agar, membentuk peradaban di Negara Indonesia yang lebih baik lagi dimassa yang akan datang.

            Di samping Ustaz Ubaid yang pernah menyampaikan tentang urgensi mempelajari bahasa Asing, Ustaz Subhan Mahsuni pun sebagai guru pengampuh “bahasa Arab” di Pesantren Darussunnah pernah menyampaikan tentang sosok almarhum Prof. Dr. Kh. Ali Mustafa Yaqub, Ma:

من فضائله أن لا يستحي أن يدرس مع تلامذه

الدراسة أهم شيئ عنده

يهتم في الدراسة إهتماما كبيرا

            Dengan tegas pada saat itu, Ustaz Subhan menyampaikan bahwa hal yang patut kita pelajari tentang sosok almarhum Prof. Kh. Ali Mustafa Yaqub, Ma ialah tidak memiliki rasa gengsi atau malu untuk mempelajari suatau hal yang baru dari muridnya, pendidikan adalah hal yang sangat urgen menurutnya, dan beliau sangat mementingkan pelajaran dari kegiatan lainnya dengan perhatian yang sangat besar kepada pelajaran tersebut.

            Di samping itu, Ustaz Subhan pun menyampaikan bahwa metode kalangan Milenial untuk mempelajari bahasa itu dengan tiga tahapan:

1. al-Istima’ (mendengar).

2. al-Kalam (berbicara).

3. al-Qira’ah (membaca.)

4. al-Kitabah (menulis).

            Dan, bagaimana pun kita sebagai santri Prof. Dr. Kh. Ali Mustafa Yaqub, Ma tentu harus patut bangga akan prestasi dakwah beliau yang sudah manca Negara dan bukan hanya dalam negri saja. Salah satu hal unik nya ialah ketika beliau menerima tamu kehormatan dari Presiden Amerika Serikat Barack Husen Obama yang pada saat itu mereka berdua berbincang selama 25 menit melihat indah nya Masjid Internasional di Jakarta yang bernama Istiqlal.

            Di samping pencapaian itu pula, beliau pun patut bangga dengan beberapa murid nya yang sudah sampai kemanca Negara seperti Gus Nadirsyah Hoseen sebagai Rois Syuriyah PCI NU Australia-Selandia maupun putra sulung nya sendiri yang bernama Ustaz Zia ul-Haramain yang telah menempuh pendidikan di Madihah dan Amerika Serikat perantara bimbingan dari beliau.

            Pelajaran yang dapat kita petik untuk menjadi bahan renungan kita ialah mari kita sebagai anak Milenial untuk terus belajar, menulis, dan berdiskusi kritis tentang fenomena yang terjadi di Negara ini. Dan, tak lupa untuk mempelajari bahasa Asing Negara Indonesia memiliki peradaban yang baik dimata kanca Internasional.

Peran dan Kondisi Media Massa dan Demokrasi di Indonesia

​ Peran dan Kondisi Media Massa dan Demokrasi di Indonesia                              FAHRIZAL HISBULAH (11200510000130) Program Studi Kom...