Minggu, 27 Juni 2021

Membaca Problematika Sepakbola di Indonesia

 



            Indonesia merupakan Negara yang kaya akan talenta anak muda, baik dalam bidang perekonomian, pendidikan, maupun olahraga. Tapi, jikalau dilihat secara algoritma (logika) tentu akan muncul pertanyaan. Kenapa sepakbola kita tidak pernah maju, padahal kita memiliki talenta anak muda yang berkompeten dalam posisinya masing-masing?

            Dalam menjawab pertanyaan tersebut, terlebih kita dapat melihat dari banyak sudut pandag. Baik dari bagaimana pelatih mengola pemain, pelatih mengontrol emosi dari setiap individual para pemain tersebut, maupun kurangnya pelajaran tentang bagaimana aturan main bola sesuai ketentuan yang dibuat dan dibentuk oleh FIFA (Fédération Internationale de Football Association).

            Membaca problematika sepakbola di Indonesia tentu tidak jauh dari pergulatan para petinggi perekonomian maupun elite politik di dalamnya. Pada saat ini, beberapa artis tanah air pun turut hadir meramaikan pembentukan klub baru dikanca sepakbola Indonesia. Berikut beberapa nama artis tersebut:

Pertama, Raffi Ahmad (artis popular di tanah air dan menjadi youtuber layaknya Atta Halilintar) tersebut membeli klub asal Cilegon. Dan kini, berubah nama menjadi Rans Cilegon Fc. Dimana para pemainnya tersebut, kebanyakan diambil dari para pemain muda dan senior seperti Cristian Gonzales, Hamka Hamzah, dan lain sebagainya. Tapi sayang, kemarin harus kalah dengan skor akhir 6-2 ketika bertandang kemarkas Arema Fc.


Kedua, Gading Martin (artis yang tak kalah populernya, dan Ia adalah anak dari Roy Marten). Berbeda dari Raffi, Gading justru membeli klub berjuluk “Bayi Ajaib” yaitu Persikota Kota Tangerang. Dimana klub tersebut memiliki fanatisme yang cukup kuat, karena selalu bersebrangan dan terkadang bertempur dengan klub tetanganya yaitu Persita Tangerang.

Ketiga, Atta Halilintar (artis popular yang dikagumi kalangan milenial, memiliki akun Youtube dengan subscriber 27,6 juta dan followers di Instagram mencapai 19,5 juta). Dimana pada awal Juli 2021 Ia sedang mengurusi klub AHHA Pati Fc, yang sedang Ia rancang baik dalam Jas, seragam tim, maupun finansial para pemain.

Keempat, Kaesang Pangarep (putra Presiden Republik Indonesia ke-7 yaitu Ir. H. Jokowidodo dan sekaligus menjadi pengusaha di Kampung halamannya. Tak jarang diketahui banyak orang dengan penampilan yang nyentrik tersebut ternyata Ia membeli 40% saham dari klub besar bernama Persis Solo). Dan kini, Ia telah resmi menjadi direktur Persis Solo Saestu.

            Melihat problematika artis yang terjun untuk meramaikan panasnya pergulatan tim sepakbola di Indonesia tentu harus kita cermati, karena Erick Tohir pernah menjadi saham prioritas klub besar di Italia bernama Inter Milan pada 2013 silam. Dan, sempat menjadi presiden klub tersebut untuk menggantikan posisi Maimo Morrati. Tapi, pro-kontra ketika para artsi masuk ke dalam dunia sepakbola pun pasti ada. Karena, sepakbola tidak hanya dinilai dari rupiah ataupun dollarnya saja. Tapi juga, skill, mental, dan fisik para pemain pun butuh diperbaiki.

            Dalam buku “BOLA POLITIK DAN POLITIK BOLA Kemana Arah Tendangnya?” karangan Prof. Dr. Tjipta Lesmana, M.A. halaman 26 pun ia memaparkan “Pemain sepak bola, dengan demikian, hakikatnya tidak berbeda dengan seorang budak. Nasibnya sepenuhya ditentukan oleh majikan. Setiap saat, ia bisa dilego kepada klub sepakbola mana saja yang membutuhkannya, asal dengan jumlah uang yang sesuai dengan permintaan klub si pemilik. Perbedaan dengan jual-beli budak, dalam hel pemain bola, sang pemain dapat cipratan uang tidak kecil dari transaksi jaul-beli tersebut!

            Kasus Douglas Maicon (Inter Milan), mungkin bisa dijadikan ilustrasi mengenai ketergantungan pemain sepak bola pada klubnya sehingga bisa dikatakan bahwa status pemain sepak bola professional tidak berbeda dengan status budak”.

            Dari problematika terakhir kita dapat membrikan kesimpulan bahwa, “sehebat-sehebatnya pemain bola, mereka dalah budak dalam lapangan yang  harus patuh pada pelatih maupun prwesiden klubnya. Tapi seburuk-buruknya pemain bola, mereka pun pahlawan yang mengorbankan jiwa raganya untuk tim maupun Negara yang sedang Ia perjuangkan selama dua kali empat puluh lima menit.” Artinya, jangan terlalu terpukau pada pemain hebat, dan jangan terlalu menghina mereka yang bermain pas-pas an. Karena para pemain bola bukan saja bermain soal mencetak gol, tapi juga pertaruhan mental pun harus mereka miliki selama dua kali empat puluh lima menit.

            Satu dua kali kesalahan perlu ditoleransi, karena bagaimana pun mereka tidak selama nya bermain bagus selama sepekan atau dua pecan. Tapi, motivasi dan arahan harus ada setiap sebelum mereka bertanding.

"Hari Lahir Pancasila Sebagai Spirit Perjuangan Mahasiswa"

 


Seminar Kebangsaan

Eksistensi Pancasila di Era Milenial


Jum'at 18 Juni 2021, Auditorium FUAD Lt4.


Dalam suatu pembahasan menarik bersama Kang Bahrul memberikan beberapa statment. Salah satu nya ialah "Di Era Milenial ini, Pancasila hanya dipahami secara ritual". Dalam artian, pengaplikasian Pancasila dalam kehidupan itu sudah mulai hilang seiring berjalannya waktu, karena pembelajaran di kelas yang sudah tidak pernah dipraktikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bersosial.


Kang Bahrul pun, memberikan dua referensi dalam mempresentasikan 'Eksistensi Pancasila di Era Milenial'. Pertama, buku "Mata Air Keteladanan" karangan Yudhi Lathief yang menceritakan tentang keteladanan para tokoh Bangsa Indoensia. Dan kedua, buku "Detachment" yaitu film yang mencoba mengubah pola pikir mahasiswa nya.


Dan, Kang Bahrul memberikan penerangan pula kepada para Mahasiswa yang mengutip Ilmuan German "Semua yang bohong, kalau diucapkan berkali-kali itu akan menjadi kebenaran". Dan, itu semua terjadi pada Era Sosial Media saat ini.


Menurut nya Pun, "Kita tidak akan tahu orang yang mendapatkan informasi itu akan berespresi seperti apa". Tentu, kalangan Mahasiswa seharus nya lebih mendahulukan suatu yang fakta ketimbang 'perjudaise' (prasangka). Tapi, semua itu pun tergantung cara pandang nya masing-masing.


Dan, "Kita boleh berbeda secara pengetahuan dan pemahaman, tapi Kita pun harus bersama dalam membangun Bangsa".


Terakhir, Ia memberikan saran untuk Gen Milenial:


Pertama, "Membangun Gerakan Sadar Hukum".


Kedua, "Membiasakan diri untuk membaca dan mencintai ilmu".


Ketiga, "Melakukan Gerakan yang bersifat Kolaborasi".

Peran dan Kondisi Media Massa dan Demokrasi di Indonesia

​ Peran dan Kondisi Media Massa dan Demokrasi di Indonesia                              FAHRIZAL HISBULAH (11200510000130) Program Studi Kom...