Indonesia
merupakan Negara yang kaya akan talenta anak muda, baik dalam bidang
perekonomian, pendidikan, maupun olahraga. Tapi, jikalau dilihat secara
algoritma (logika) tentu akan muncul pertanyaan. Kenapa sepakbola kita tidak
pernah maju, padahal kita memiliki talenta anak muda yang berkompeten dalam
posisinya masing-masing?
Dalam menjawab
pertanyaan tersebut, terlebih kita dapat melihat dari banyak sudut pandag. Baik
dari bagaimana pelatih mengola pemain, pelatih mengontrol emosi dari setiap
individual para pemain tersebut, maupun kurangnya pelajaran tentang bagaimana
aturan main bola sesuai ketentuan yang dibuat dan dibentuk oleh FIFA
(Fédération Internationale de Football Association).
Membaca problematika
sepakbola di Indonesia tentu tidak jauh dari pergulatan para petinggi
perekonomian maupun elite politik di dalamnya. Pada saat ini, beberapa artis
tanah air pun turut hadir meramaikan pembentukan klub baru dikanca sepakbola
Indonesia. Berikut beberapa nama artis tersebut:
Pertama, Raffi Ahmad
(artis popular di tanah air dan menjadi youtuber layaknya Atta Halilintar)
tersebut membeli klub asal Cilegon. Dan kini, berubah nama menjadi Rans Cilegon
Fc. Dimana para pemainnya tersebut, kebanyakan diambil dari para pemain muda
dan senior seperti Cristian Gonzales, Hamka Hamzah, dan lain sebagainya. Tapi
sayang, kemarin harus kalah dengan skor akhir 6-2 ketika bertandang kemarkas
Arema Fc.
Kedua, Gading Martin (artis yang tak kalah populernya, dan Ia adalah anak
dari Roy Marten). Berbeda dari Raffi, Gading justru membeli klub berjuluk “Bayi
Ajaib” yaitu Persikota Kota Tangerang. Dimana klub tersebut memiliki fanatisme
yang cukup kuat, karena selalu bersebrangan dan terkadang bertempur dengan klub
tetanganya yaitu Persita Tangerang.
Ketiga, Atta
Halilintar (artis popular yang dikagumi kalangan milenial, memiliki akun
Youtube dengan subscriber 27,6 juta dan followers di Instagram mencapai
19,5 juta). Dimana pada awal Juli 2021 Ia sedang mengurusi klub AHHA Pati Fc,
yang sedang Ia rancang baik dalam Jas, seragam tim, maupun finansial para
pemain.
Keempat, Kaesang
Pangarep (putra Presiden Republik Indonesia ke-7 yaitu Ir. H. Jokowidodo dan
sekaligus menjadi pengusaha di Kampung halamannya. Tak jarang diketahui banyak orang
dengan penampilan yang nyentrik tersebut ternyata Ia membeli 40% saham dari
klub besar bernama Persis Solo). Dan kini, Ia telah resmi menjadi direktur
Persis Solo Saestu.
Melihat
problematika artis yang terjun untuk meramaikan panasnya pergulatan tim
sepakbola di Indonesia tentu harus kita cermati, karena Erick Tohir pernah
menjadi saham prioritas klub besar di Italia bernama Inter Milan pada 2013
silam. Dan, sempat menjadi presiden klub tersebut untuk menggantikan posisi
Maimo Morrati. Tapi, pro-kontra ketika para artsi masuk ke dalam dunia
sepakbola pun pasti ada. Karena, sepakbola tidak hanya dinilai dari rupiah
ataupun dollarnya saja. Tapi juga, skill, mental, dan fisik para pemain pun
butuh diperbaiki.
Dalam buku “BOLA
POLITIK DAN POLITIK BOLA Kemana Arah Tendangnya?” karangan Prof. Dr. Tjipta
Lesmana, M.A. halaman 26 pun ia memaparkan “Pemain sepak bola, dengan demikian,
hakikatnya tidak berbeda dengan seorang budak. Nasibnya sepenuhya ditentukan
oleh majikan. Setiap saat, ia bisa dilego kepada klub sepakbola mana saja yang
membutuhkannya, asal dengan jumlah uang yang sesuai dengan permintaan klub si
pemilik. Perbedaan dengan jual-beli budak, dalam hel pemain bola, sang pemain
dapat cipratan uang tidak kecil dari transaksi jaul-beli tersebut!
Kasus Douglas
Maicon (Inter Milan), mungkin bisa dijadikan ilustrasi mengenai ketergantungan
pemain sepak bola pada klubnya sehingga bisa dikatakan bahwa status pemain
sepak bola professional tidak berbeda dengan status budak”.
Dari problematika
terakhir kita dapat membrikan kesimpulan bahwa, “sehebat-sehebatnya pemain
bola, mereka dalah budak dalam lapangan yang
harus patuh pada pelatih maupun prwesiden klubnya. Tapi seburuk-buruknya
pemain bola, mereka pun pahlawan yang mengorbankan jiwa raganya untuk tim
maupun Negara yang sedang Ia perjuangkan selama dua kali empat puluh lima
menit.” Artinya, jangan terlalu terpukau pada pemain hebat, dan jangan terlalu
menghina mereka yang bermain pas-pas an. Karena para pemain bola bukan saja
bermain soal mencetak gol, tapi juga pertaruhan mental pun harus mereka miliki
selama dua kali empat puluh lima menit.
Satu dua kali
kesalahan perlu ditoleransi, karena bagaimana pun mereka tidak selama nya
bermain bagus selama sepekan atau dua pecan. Tapi, motivasi dan arahan harus
ada setiap sebelum mereka bertanding.